@mastersthesis{digilib34958, month = {December}, title = {KONTESTASI IDENTITAS BUDAYA ISLAM DI BALI PASCA REFORMASI}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 1620511003 AHMAD SYAKIB ARSELAN}, year = {2018}, note = {Dr. Roma Ulinnuha,S.s., M. Hum.}, keywords = {identitas, Budaya Muslim Buleleng,Pasca Reformasi}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34958/}, abstract = {Tesis ini membahas Penguatan identitas ke Islaman Pasca reformasi di Bali. Pada masa itu, relasi antara Hindu dengan Islam mengalami pasang surut. Puncaknya timbul wacana Ajeg Bali sebagai rekonstruksi pemikiran masyarakat Hindu-Bali tentang kesadaran dan penguatan kebudayaan yang berlandaskan ajaran Hindu sebagai identitas tunggal Bali. Ajeg Bali yang pada awalnya berupa wacana berubah menjadi Gerakan, pasca terjadinya Bom Bali pada 2002 yang substansinya berkembang keberbagai kegiatan termasuk aksi-aksi perlawanan terhadap Islam. Berpijak dari kasus tersebut, maka tesis ini berjudul: ?Kontestasi Identitas Budaya Islam di Bali Pasca Reformasi.? peneliti hendak mengkaji kontestasi terhadap identitas budaya Muslim di Kabupaten Buleleng terutama di Desa Pegayaman serta model-model pemertahanan budaya. Jenis penelitian ini adalah studi analisis, yang berusaha mencari penjelasan tentang apa saja gesekan yang mengarah pada konflik antar agama di Buleleng, serta bagaimana dampaknya terhadap perkembangan Budaya Muslim di Buleleng Bali. Adapun metode penelitian ini adalah kualitatif, dengan menggunakan pendekatan konflik sebagai pisau analisis dalam menjawab kontestasi budaya Muslim Buleleng serta Modal sosial untuk menganalisa model-model pemertahanan Budaya. Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik wawancara sebagai sumber data utama yang bersumber dari para tokoh budaya di desa Pegayaman. Hasil dari wawancara dan analisa tersebut, didapati kesimpulan sebagai berikut: Pertama, di Pegayaman sendiri tantangan yang dihadapi terkait kontestasi Budaya adalah: banyaknya anak-anak desa Pegayaman yang bersekolah/kuliah diluar desa atau Bali dan membawa pulang aliran keagamaan seperti Salafi dan yang selalu mengkritik bahkan menentang beberapa tradisi Pegayaman seperti:Muludan, Medelokan, dan lain-lain. Kedua, model-model pemertahanan budaya di Desa Pegayaman melibatkan peran Keluarga, yang mana mereka menghidup bahasa Bali sebagai bahasa Ibu dan juga perkawinan sebagai pelestari budaya itu berlangsung Selain itu para orang tua juga memposisikan diri sebagai contoh, serta menanamkan budaya toleransi malalui tradisi Ngejot dimana dalam prakteknya tradisi ini menciptakan praktik sosial yang mengakui dan mendukung keberadaan identitas masing-masing. Peran Pemerintah Desa adalah dengan memberlakukan sistem pemrintahan adat atau ke-penghuluan sebagai wadah intelektual Muslim, dan membagun relasi yang harmonis terhadap Masyarakat Hindu dengan jalan Megibung dan Ngayah. Peran Lembaga Sekolah yang menjadikan Soko Taloh dan Soko Base sebagai media Pendidikan Karakter, menjadikan Pencak Silat Blebet sebagai kegiatan ekstrakulikuler.} }