@phdthesis{digilib3569, month = {February}, title = {BATAS MINIMAL USIA NIKAH (STUDI KOMPARATIF ANTARA INPRES NO. 1 TAHUN 1991 TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN COUNTER LEGAL DRAFT (CLD))}, school = {UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, author = { RIYANTO - NIM. 05360044}, year = {2010}, note = {Pembimbing : Drs. SUPRIATNA, M.Si., NURAINUN MANGUNSONG, S.H., M.Hum.}, keywords = {batas minimal usia, pernikahan, studi komparatif}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3569/}, abstract = {Dalam membina keluarga yang sesuai dengan tujuan perkawinan KHI sebagai bentuk cita-cita fiqh Indonesia mengisyaratkan akan pentingnya kematangan fisik dan psikis. Sejauh ini memang dalam hukum Islam tidak pernah mengatur tentang usia perkawinan, akan tetapi hanya memberikan tandatanda kedewasaan seseorang. Kedewasaan dalam perkawinan adalah sesuatu yang sangat diperlukan mengingat dari berbagai penelitian yang pernah ada bahwa rendahnya usia perkawinan berakibat kepada tingginya angka perceraian yang ada di masyarakat dan sangat beresiko terhadap keselamatan perempuan dan anak-anak yang kelak akan dilahirkan. CLD yang merupakan kajian kritis terhadap pemberlakuan KHI selama ini yang merupakan produk pemikiran hukum Islam selayaknya mengalami perubahan apabila memang sudah tidak mampu menjawab persoalan yang dihadapi oleh umat Islam memberikan beberapa tawaran perubahan yang salah satunya yaitu tentang usia perkawinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi penetapan usia perkawinan yang ada dalam KHI dan CLD tersebut. Untuk kemudian menemukan relevansi dari keduanya sebagai upaya mewujudkan tujuan dari perkawinan seperti yang dicita-citakan yaitu membina keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis isi dari KHI dan CLD serta beberapa buku yang mendukung penelitian ini dengan mendeskripsikan pendapat atau pandangan keduanya tentang batas minimal usia perkawinan, faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan batas minimal usia perkawinan dan untuk selanjutnya mencari relevansi dari keduanya. Data yang ditemukan menunjukkan bahwa penetapan usia perkawinan oleh KHI tidak dapat dilepaskan dari faktor sejarah penyusunan KHI itu sendiri yang salah satunya adalah beragamnya keputusan Pengadilan Agama dalam kasus yang sama termasuk didalamnya adalah maraknya kasus pernikahan dini yang terjadi di masyarakat. Hal ini dikarenakan sebelum KHI lahir, para hakim di Pengadilan Agama berpedoman kepada kitab-kitab fiqh yang dipelajari di pesantren-pesantren yang dalam penyusunannya sangat terpengaruh oleh waktu, tempat dan kebutuhan. Selain itu penetapan usia perkawinan KHI juga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunannya kelak. Selain itu juga terkait dengan masalah kependudukan yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang merupakan salah satu akibat dari maraknya pernikahan dini. Sedangkan faktor yang melatar belakangi penetapan usia perkawinan oleh CLD tidak bisa dilepaskan dari faktor sejarahnya pula bahwa CLD adalah hasil kajian kritis atas pemberlakuan KHI yang dianggap sudah saatnya untuk mengalami perubahan termasuk didalamnya tentang usia perkawinan, mengingat di negara-negara muslim lain telah lebih dahulu terjadi pembaharuan. Selain itu tawaran perubahan usia perkawinan oleh CLD adalah sebagai respon dari kenyataan bahwa penetapan usia perkawinan dalam KHI bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu usia 19 tahun bagi kedua calon suami isteri yang ditawarkan oleh CLD yang secara umum pada usia tersebut para calon mempelai telah lulus SMA atau sederajat yang berarti telah memiliki bekal pendidikan yang cukup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan usia perkawinan adalah sesuatu yang layak terjadi mengingat untuk dapat tercapainya tujuan dari perkawinan itu sendiri. Di samping itu, perlu disadari pula bahwa KHI produk intelektual yang bersifat relatif, baik dalam hal kebenarannya maupun relevansinya bagi kemaslahatan umat. } }