@phdthesis{digilib35977, month = {December}, title = {HUKVM JUAL BELi CACING DALAM PERSPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 01380685 USWATUN HASANAH}, year = {2005}, note = {Drs. KHOLID ZULFA, M.Si.}, keywords = {Fiqih, mu'amalah, budidaya Cacing dan Jangkrik}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35977/}, abstract = {Seiring dengan kemajuan zaman dan dengan berkembangnya Ilrnu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), banyak masalah-masalah keagarnaan yang dahulu tidak ada kini bermunculan masalah-masalah baru terutarna pada masalah mu 'amalah, seperti jual beli cacing. Cacing yang dahulu dianggap menjijikan oleh masyarakat, pada saat ini menjadi hewan yang multimanfaat, antara lain sebagai penyubur tanaman, pakan ternak, pakan ikan hias, sebagai bahan untuk obat, kosmetik dan pengolah limbah. Pada saat ini manfaat cacing makin ditingkatkan kearah komersial dan finansial, sebagai salah satu cabang usaha yang menguntungkan. Dalam surat keputusan fatwa MUI, mengenai budidaya cacing dan jangkrik dijelaskan bahwa membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung rnisalnya, "tidak untuk dirnakan atau dijual", hukumnya boleh. Dari keputusan tersebut dapat penyusun simpulkan bahwa MUI membolehkan budidaya cacing sedangkan untuk diperjualbelikan tidak boleh, padahal antara budidaya dan jual beli memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya, karena dalam budidaya pastilah ada proses jual beli, karena dengan membudidayakan pasti membutuhkan dana. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan ini adalah u{\texttt{\char126}}?ul jiqh, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan teori-teori atau kaidah-kaidah dalam merumuskan dan menetapkan suatu hukum dalam Islam karena dalam hal hukum jual beli cacing ini tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah. Dari hasil penelitian, alasan MUI membolehkan budidaya cacing adalah dengan memperhatikan makalah "Budidaya Cacing dan Jangkrik Dalam Kajian Fiqh," dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu, kaidah al-slu fi al manafi' al-ihahah, maslahah mursalah, dan maqasid syari?ah. Dan alasan MUI mengharamkan jual beli cacing juga dengan memeperhatikan makalah yang sama, dengan merujuk kepada pendapat ulama yang mengharamkan memakan binatang al-hasyarat. Di lain pihak, dalam wawancara dengan sekretaris komisi fatwa MUl, sebenarnya MUI tidak mengharamkan jual beli cacing, tetapi mengakui dua pendapat yaitu menghalalkan dan mengharamkan. Adapun metode istinbat yang digunakan MUl untuk menghalakan jual beli cacing dengan menggunakan metode istislah maslahah mursalah, dan metode istinbat yang digunakan untuk mengharamkan jual beli cacing adalah dengan merujuk kepada pendapat ulama yang mengharamkan memakan binatang al-hasyarat dan juga menggunakan metode qiyas.} }