%0 Thesis %9 Skripsi %A Sholihin, NIM. 02510929 %B FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2007 %F digilib:36355 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K ISLAM TRANSFORMA TIF, MOESLIM ABDURRAHMAN %T ISLAM TRANSFORMATIF MENURUT MOESLIM ABDURRAHMAN %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36355/ %X Kemiskinan rakyat, termasuk yang Muslim disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik dan kultur yang tidak adil. Oleh kerenanya diperlukan agenda melakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental barn dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur. Keadilan merupakan prinsip fundamental yang mutlak diperlukan. Hal ini dapat kita peroleh melalui pencarian akar teologi, metodologi, dan prnksis yang memungkinkan teijadinya transformasi sosial. Pemihakan terhadap kawn miskin dan tertindas (kaum dhuafa) tidak hanya hams di ilhami oleh al-Qur'an, akan tetapi basil analisis kritis terhadap struktur yang ada. Islam haruslah dipahami sebagai agama pembebasan bagi yang tertindas, serta mentransformasikan sistem eksploitasi menjadi sistem yang adil. Mengupayakan Islam yang demikian di dalam situasi yang penuh ketimpangan sosial era modem ini, berarti hams menjalani suatu perumusan pemahaman keislaman yang baru dan harus sesuai dengan kebutuhan yang diangkat dari realitas empiris masyarakat (baca: Islam) sendiri. Sebab pemahaman keislaman yang selalu berkaca pada historisitas keislaman masa klasik tanpa mencoba menyesuaikannya dengan konteks, akan menghadirkan problematika tersendiri, semisal saja agama (Islam) akan ditinggalkan pemeluknya karena dianggap sudah tidak relevan lagi ajarannya untuk diterapkan. Islam transformatif yang digagas oleh Moeslim telah mencerminkan pilarĀ­ pilar paradigma Islam Transformatif. Pertama, penghargaanya terhadap posisi sentral manusia sebagai penafsir ajaran agama menunjukkan penghargaanya terhadap nilaiĀ­ nilai kemerdekaan. Kemerdekaan itu di dasari oleh kedudukan manusia sebagai khalifah yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan teks suci berdasarkan kepentingan dan aspirasi rakyat. Kepentingan itu berupa pembebasan mereka dari dominasi kelompok minoritas yang berkuasa. Kedua, penjabarannya tentang tauhid merefleksikan kesadarannya tentang solidaritas kemanusiaan yang tidak lagi tersekat oleh perbedaan agama, ras, etnis, ideologi. Ketiga, pemihakannya terhadap kelompok tertindas sebagai basis penafsiran teks al-Qur'an merupakan refleksi dari nilai keadilan sosial dan kerakyatan. %Z Drs. Abdul Basir Solisa, M.A.g,