TY - THES N1 - Nafilah Abdullah, M.Ag ID - digilib36400 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36400/ A1 - LALUDARMAWAN, NIM : 02540878 Y1 - 2006/04/13/ N2 - Dalam konteks kearifan tradisional yang pemah ada atau masih hidup di kalangan masyarakat Sasak, diskursus mengenai agama dan kepercayaan yang dianut oleh subyek kultural itu sendiri rrienjadi sangat signifikan. Karena pengaruh agama menempati posisi sentral dalam rangka interpretasi dan pemaknaan nilai-nilai kearifan itu dalam bingkai kultur spesifik dari laku budaya masyarakat Sasak. Penelitian ini mengkaji masyarakat Sasak yang difokuskan pada dialektika agama dengan tradisi merariq serta berupaya menelaah pemaknaan merariq dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat Sasak. Kajian ini merupakan p enelitian kualitatif dengan pendekatan emik dan dianalisis dengan teori Peter L Berger tentang internalisasi kenyataan, yaitu sebuah teori yang mencoba menjelaskan bahwa masyarakat berada dalam proses dialektika yang terdiri dari tiga momentum yaitu ekstemalisasi --obyektivasi --intemalisasi Dialektika panjang tidak bisa dipungkiri antara tradisi lokal sebuah komunitas dengan doktrin ajaran Islam. Karena masyarakat Sasak sebagian besar menganut agama Islam, maka proses tarik-menarik antara nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal banyak ditemukan dalam implimentasi tradisi-tradisi Sasak, seperti tradisi merariq. Dalam kaitannya dengan nilai Islam, merariq merupakan proses awal dari perkawinan masyarakat Sasak dalam bentuk mencuri sang gadis dari pengawasan wali (induk semang). Merariq bertentangan dengan konsepsi ajaran agama Islam yang lebih cenderung melaksanakan dengan cara pinangah. Popularitas perkawinan dengan lari bersama (memaling) tidak lepas dari proses akulturasi tradisi masyarakat Sasak dengan nilai-nilai keislaman. Secara sosiologis tradisi dan ritualisasi model perkawinan dengan memaling merupakan preferensi budaya yang dianut oleh komunitas Sasak di Lombok. Diluar konteks itu, kekuatan pemaknaan nilai keislaman terlalu toleran sehingga menafikan implikasi negatif dari ritualisasi perkawinan itu. Secara umum merariq terkesan kontroversial dengan ajaran Islam. Proses lari bersama atau dilarikan orang lain (memaling), proses sarong serah dan nyongkol adalah graduasi seremoni perkawinan pada masyarakat Sasak diluar prosesi syukuran pemikahan dikesankan keluar dari rub keteladanan Nabi Muhammad dan para sahabat serta pengikutnya. merariq diklaim bid 'ah, bertentangan dengan kebiasaan Nabi. Selain itu proyeksi ekonomis dan finansial menjadi alasan kuat untuk melegitimasi kebiasaan yang hanya seremonial belaka . Masyarakat Sasak sebagai penganut sistem perkawinan dengan merariq memaknai merariq sebagai cara membuktikan keseriusan seorang laki-laki untuk mempersunting perempuan sebagai istrinya. Merariq juga memiliki muatan implikasi yang cukup potensial menaburkan keretakan antar keluarga dan sistem kekerabatan. Implikasi lain, walaupun terkesan prematur , temyata kondisi perkawinan dengan merariq pada satu sisi berlangsung mudah yang pada gilirannya perceraian menjadi pilihan. PB - UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - PERKAWINAN MASYARAKAT SASAK M1 - skripsi TI - TRI SETIANINGSIH, NIM: 02540887-01 (2007) ETOS KERJA KARYAWATI FAKULTAS USHULUDDIN AV - restricted EP - 146 ER -