@phdthesis{digilib36428, month = {November}, title = {PEMIKIRAN HADIS IBN KHALDUN DALAM KITAB MUQADDIMAH}, school = {UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 0253 1115 ISMATUL IZZAH}, year = {2007}, note = {DR.Suryadi M.Ag}, keywords = {HADIS IBN KHALDDN, KITAB MUQADD!MAH MUQADD!MAH}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36428/}, abstract = {Para ulama hadis mutaqaddimin sepakat bahwa dalam menilai suatu hadis maka yang pertama kali dilakukan adalah meneliti sanad hadis tersebut. Bila sanad tersebut sahib, maka barn dilanjutkan pada penelitian matan, sebab tidak ada gunanya meneliti matan hila sanadnya terbukti tidak sahib. Selain itu, para ulama hadis mutaqaddimin juga berpendapat bahwa hila suatu hadis dikatakan sahib, maka hadis tersebut apabila diamalkan maka harus diamalkan sesuai matan hadis tersebut. Ibn Khaldun, seorang tokoh yang terkenal sebagai seorang sejarawan dan seorang sesiolog kenamaan dan termasyhur temyata mempunyai pandangan terhadap hadis-hadis Nabi. Pandangan-pandangan tersebut beliau kemukakan dalam kitabnya Muqaddimah. Yang lebih menarik Penelitian ini, temyata pandangan-pandangan Ibn Khaldun tentang hadis Nabi tersebut bertentangan dengan pandangan-pandangan para ulama hadis pada umumnya yang telah disepakati bersama. Penelitian ini menguraikan apa yang diungkapkan Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, terutama berkenaan dengan pandangan-pandangan beliau tentang hadis Nabi dan bagaimana beliau menyikapi hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Dengan menggunakan metode deskriptif analitis, skripsi ini mendeskripsikan bagaimana pandangan-pandangan beliau tentang hadis Nabi dengan menggunakan pisau analisa 'Uliim al-/fadls. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Ibn Khald{$\backslash$}in dalam menghadapi suatu hadis maka yang pertama kali dilihat adalah matan hadis tersebut, apakah matan tersebut bertentangan dengan hukum alam ataupun hukum sosial. Jika bertentangan, maka hadis itu tidak dapat diterima. Namun jika matan hadis itu tidak menyalahi hukum alam dan hukum sosial maka barn dilakukan penelitian terhadap pembawa riwayat tersebut. Selain itu, Ibn Khaldun dalam menilai suatu hadis selalu menggunakan ukuran variabel-variabel yang menentukan gerak sejarah misalnya alam, hukum sosial dan kemasyarakatan, politik dan sebagainya. Dengan begitu, menurut beliau setiap peristiwa pasti memiliki karakter dan kondisi-kondisi spesifik. Walaupun sebuah hadis dikatakan sahib, namun tidak harus diamalkan sesuai dengan matannya. Karena ketika sebuah hadis muncul maka matan hadis itu mempunyai karakter dan kondisi spesifik sendiri yang tidak bisa diterapkan pada kondisi yang lain. Akan tetapi Ibn Khaldun mempunyai perkecualian dalam pandangan beliau mengenai hadis Nabi. Menurut beliau jika hadis tersebut berhubungan dengan Syari'at, maka yang didahulukan adalah tetap meneliti sanad terlebih dahulu, sebab syari'at berhubungan dengan ukuran-ukuran tentang perintah dan larangan yang ditentukan oleh "Yang Menetapkan Hukum" (Nabi Muhammad). Oleh karena itu perintah dan larangan menjadi terikat apabila terbukti keasliannya. Dan cara untuk mengukur keasliannya itu adalah dengan meneliti keadilan dan kedabitan (siqah) pembawa riwayat.} }