%0 Thesis %9 Skripsi %A MUHAMMAD MUHIBIN - NIM. 04121758, %B Fakultas Adab %D 2010 %F digilib:3654 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K Partai Sarekat Islam Indonesia, Kongres Nasional, politik hijrah %T “POLITIK HIJRAH” PERJUANGAN PARTAI SAREKAT ISLAM INDONESIA DALAM MELAWAN PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA TAHUN 1923-1940 M %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3654/ %X Kongres Nasional di Madiun pada 17-20 Februari 1923, membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah. Suatu hal yang menarik dari kongres ini adalah adanya perubahan sikap partai terhadap pemerintah. Perubahan sikap yang dimaksud adalah bahwa partai tidak lagi mempercayai pemerintah, oleh karena itu partai akan menolak kerjasama dengan pemerintah (politik non-kooperasi) melalui Volksraad. Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada awal perjuangannya menggunakan cara-cara yang kooperatif terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda, tetapi setelah langkah tersebut kurang memberikan hasil yang optimal, PSII akhirnya merubah haluannya untuk bergerak secara non-kooperatif. Bentuk nyata dari pergerakannya yang non-kooperatif, PSII menjalankan kebijakan politiknya yang disebut dengan politik hijrah. Politik hijrah ini mulai dijalankan oleh PSII pada tahun 1923. Permasalahn yang dikaji dalam skripsi ini yaitu mengapa politik hijrah digunakan sebagai haluan perjuangan Partai Sarekat Islam Indonesia dalam menentang Pemerintahan Kolonial Belanda. Sesuai dengan materi dalam bahasan skripsi ini yang berhubungan dengan masa lalu, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan tahapan heuristik, kritik, interpratasi dan historiografi. Untuk mengumpulkan bahan dan data bagi keperluan skripsi ini, penulis menggunakan teknik studi literatur dan dokumentasi, Sedangkan teori yang digunakan adalah teori politik. Dijalankannya politik hijrah tersebut dimaksudkan untuk melepaskan diri dari segala bentuk pengaruh dan sistem kehidupan kolonial serta memulai menyusun segala aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun politik berdasarkan pada potensi dan kekuatan diri sendiri. Dengan perkataan lain, pindah dari tatanan atau sistem kehidupan yang tadinya berada di bawah pengaruh sistem Kolonial Belanda ke kehidupan yang senantiasa selalu berdasarkan pada potensi yang dimiliki sendiri. Namun pada perkembangan selanjutnya kebijakan politik hijrah ini menjadi sumber polemik ditubuh PSII itu sendiri. Sejarah perjalanan PSII mencatat beberapa konflik yang muncul dan bersumber dari pelaksanaan politik hijrah ini. Memasuki akhir tahun 1930-an PSII telah mengalami tiga kali perpecahan dan menghasilkan tiga partai yang memisahkan diri dari PSII. ketiga partai itu adalah Barisan Penyadar PSII pimpinan H. Agus Salim, Partai Islam Indonesia (PII) pimpinan Soekiman, dan Komite Pertahanan Kebenaran PSII (KPK-PSII) pimpinan S. M. Kartosuwiryo yang masih menggunakan metode hijrah. Selain itu, pelaksanaan politik hijrah tersebut telah membangkitkan kembali tuntutan Indonesia berparlemen dan semakin memperlebar jarak pemisah antara rakyat Indonesia dengan Pemerintah Kolonial Belanda. %Z Pembimbing: Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A. M.A.