%0 Thesis %9 Skripsi %A AFIFA PUTRI RATNA SARI, NIM: 15370013 %B Fakultas Syariah dan Hukum %D 2019 %F digilib:37148 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K Putusan MA, Putusan MK, Peraturan KPU, Pemilu 2019, Pengurus Partai Politik, DPD, Fiqh Siyasah %P 139 %T STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 65 P/HUM/2018 TENTANG PENCALONAN PENGURUS PARTAI POLITIK SEBAGAI PESERTA PEMILU ANGGOTA DPD PERSPEKTIF FIQH SIYASAH %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37148/ %X Terjadinya permasalahan konstitusional mengenai persyaratan pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu 2019, berawal dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 yang menyatakan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berstatus sebagai pengurus (fungsionaris) partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, namun Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 65P/HUM/2018 bertanggal 25 Oktober 2018 justru secara tidak langsung memberikan kesempatan bagi Pengurus Partai Politik untuk mengikuti Pemilu anggota DPD 2019. Pasalnya, MA menilai Peraturan KPU No.26 Tahun 2018 yang dikeluarkan untuk menindaklanjuti Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 tidak dapat diberlakukan surut. Akibatnya, mulai terlihat pertentangan antar Putusan MK dan Putusan MA. Dalam skripsi ini penulis akan membahas apa saja dasar dan pertimbangan yang digunakan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menetapkan Putusan MA No. 65P/HUM/2018 dan bagaimana tinjauan teori Fiqh Siyasah mengenai Putusan MA tersebut. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang sifat penelitiannya adalah deskriptif-analisis dengan menggunakan metode kualitatif. Pada penelitian ini penulis meninjau Putusan MA No. 65P/HUM/2018 menggunakan teori Fiqh Siyasah khususnya berkenaan dengan prinsip keadilan. Pendekatan penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Putusan Mahkamah Agung No. 65P/HUM/2018 bertentangan dengan Prinsip Keadilan karena Putusan tersebut belum mewujudkan keadilan bagi DPD, ketika partai politik diperbolehkan masuk dalam keanggotan DPD memungkinkan hilangnya peran DPD sebagai wakil daerah. Selain itu Putusan tersebut juga belum mewujudkan keadilan bagi daarah karena memugkinkan kebijakan DPD lebih didominasi oleh kepentingan partai politik, padahal semestinya kebijakan DPD harus mencerminkan pada kepentingan daerah. DPD diberi amanah oleh daerah untuk mewakili dan membawa aspirasi mereka ketingkat parlemen. Sehingga Penulis berkesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Agung No. 65P/HUM/2018 belum sesuai dengan Fiqh Siyasah. %Z Siti Jahroh, S.H.I., M.S.