@incollection{digilib37339, volume = {-}, number = {-}, month = {November}, author = {Badrun Alaena}, series = {Bunga Rampai}, booktitle = {ISLAM DALAM GORESAN PENA BUDA YA}, title = {DEMOKRASI DESA: ANTARA KUMIS DAN ANALISIS}, address = {Yogyakarta}, publisher = {Diva Press}, year = {2019}, pages = {99--109}, keywords = {Demokrasi, desa}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37339/}, abstract = {TEMPO dulu, kaum pria biasa mencukur kumis dengan menggunakan pisau lipat, panjang mata pisau yang panjang berkilat mencapai belasan sentimeter. Sering pisau cukur tersebut melukai bagian wajah pria yang bercukur kumis. Kemudian, Gilate menemukan bentuk mata pisau yang jauh lebih praktis, yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan silet. Dibantu dengan gagang yang berbentuk khas, silet bisa digunakan bercukur tanpa terlalu banyak kemungkinan menimbulkan luka. Sejak itu, budaya bercukur dalam masyarakat menjadi berubah. Kini muncul lagi rezor, sejenis pencukur yang bekerja secara elektris, yang lebih memungkinkan keamanan dalam bercukur kumis. Sebagian masyarakat pria mulai beralih dari silet ke rezor. Apakah peralihan kebiasaan ini merupakan gejala perubahan sosial-budaya masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan sains dan teknologi?} }