@mastersthesis{digilib37677, month = {July}, title = {IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 46 P/HUM/2018 TERHADAP PENCALONAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI (Perspektif Penemuan Hukum dan Maq{\^a}{\d s}id Syariah)}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM. 17203010038 RETANISA RIZQI, S.H}, year = {2019}, note = {DR. OCKTOBERRINSYAH, M.AG}, keywords = {Putusan Mahkamah Agung, Korupsi, Anggota Legislatif, Mantan Napi, Maq{\^a}{\d s}id syariah}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37677/}, abstract = {Menjelang pesta demokrasi 2019 yang lalu, polemik tentang pencalonan mantan napi korupsi untuk mencalonkan sebagai anggota legislatif kembali mencuat. Jumanto seorang warga negara Indonesia yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi, mengajukan hak uji materiil ke Mahkamah Agung atas pasal 4 ayat (3), pasal 11 ayat (1) huruf d, dan Lampiran Model B.3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018, yang menurutnya pasal tersebut telah membatasi ruang geraknya untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Probolinggo. Polemik tentang pencalonan mantan napi korupsi semakin memanas ketika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Jumanto dan mengeluarkan putusan Nomor 46 P/HUM/2018. Hal tersebut menimbulkan perdebatan di masyarakat. Ada yang menilai peraturan tersebut baik dikeluarkan karna memberikan kesempatan lagi kepada mantan napi korupsi, adapula yang menilai bahwa putusan tersebut akan merugikan negara dan tidak mencerminkan prilaku anti korupsi di Indonesia. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan yuridis normatif. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik. Dalam metode pengumpulan data penyusun menggunakan metode mengambil sumber data dari undang-undang, buku-buku, jurnal, makalah, dan semua bacaan yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Hasil penelitian menggunakan teori interpretasi teleologis/sosiologis mengungkapkan bahwa implikasi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkhusus pasal 240 ayat (1) huruf g, sudah tidak relevan lagi apabila masih diterapkan di Indonesia. Mengingat masyarakat Indonesia menentang mantan napi korupsi mencalonkan sebagai anggota legislatif dan di dukung dengan maraknya kasus korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh anggota legislatif. Masyarakat lebih setuju dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum pasal 4 ayat (3) yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif. Sedangkan hasil penelitian yang menggunakan teori maq{\^a}{\d s}id syariah, peneliti melihat dari kemaslahatan dan mudaratnya pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018. Bahwasannya mudarat yang ditimbulkan oleh putusan tersebut lebih banyak daripada kemaslahatan, sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembentukan hukum Islam yaitu untuk kemaslahatan umat. Prilaku korupsi saat ini bisa dikategorikan pada persoalan yang krusial. Artinya tergolong dalam perbuatan yang membahayakan bagi kebutuhan hidup manusia (terutama menjaga kebutuhan {\d d}ar{\=u}riyah atau primer). Kata Kunci: Putusan Mahkamah Agung, Korupsi, Anggota Legislatif, Mantan Napi, Maq{\^a}{\d s}id syariah} }