%0 Thesis %9 Skripsi %A DIDIN JAMALUDIN, NIM : 12360045 %B Fakultas Syariah dan Hukum %D 2019 %F digilib:37810 %I UIN Sunan Kalijaga %K Kata kunci: Pernikahan, ‘iddah, Imam Malik, Ibn Hazm. %P 111 %T HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL KARENA ZINA STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM MALIK DAN IBN HAZM %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37810/ %X Pernikahan merupakan bagian dari dimensi kehidupan yang bernilai ibadah sehingga menjadi sangat penting. Namun, permasalahan ini mengkaji masalah pernikahan yaitu pernikahan yang pada saat dilakukan akad nikah mempelai perempuan telah hamil akibat perzinaan sebelumnya. Permasalahan ini merupakan fenomena yang banyak terjadi di kalangan masyarakat, baik masyarakat desa maupun perkotaan. Maka dari itu, dalam kajian ini yang menjadi objek pokok pembahasan dan analisis yaitu mengenai argumentasi Imam Malik dan Ibn Hazm mengenai hukum menikahi wanita hamil karena zina. Diantara kedua Tokoh ini memiliki sudut pandang dan metode istinbat hukum yang berbeda. Itulah alasan kuat yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai hukum menikahi wanita hamil karena zina menurut pendapat Imam Malik dan Ibn Hazm. Jenis penelitian ini adalah library research, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan pada telaah, pengkajian dan pembahasan literatur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ushul al-Fiqh. Yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah dan pembahasan yang berhubungan dengan dalil-dalil syar’iyyah. Penelitian ini bersifat analitikkomparatif, yaitu penelitian ini akan menganalisis dari penjelasan dan pengambilan nas mengenai hukum menikahi wanita hamil karena zina dengan perbandingan antara pendapat Imam Malik MalikIbn Hazm. Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Imam Malik tidak membolehkannya sementara Ibn Hazm membolehkannya. Imam Malik bukan tidak membolehkan secara mutlak, melainkan membolehkannya dengan syarat pernikahan wanita hamil karena zina ini harus dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya saja, bukan kepada laki-laki yang bukan menghamilinya, karena wanita hamil tersebut mempunyai ‘iddah, dan ‘iddahnya sama dengan ‘iddah wanita hamil yang dicerai oleh suaminya dan yang ditinggal mati oleh suaminya, yaitu sampai wanita tersebut melahirkan anak yang dikandungnya. Adapun Ibn Hazm membolehkan pernikahan wanita hamil karena zina ini secara mutlak, baik itu dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki yang bukan menghamilinya. Alasannya dalam membolehkan pernikahan wanita hamil karena zina, dikarenakan tidak ada nas dalam al-Qur’an maupun hadits yang menjelaskan tentang ‘iddah bagi wanita yang hamil karena zina. ‘iddah merupakan efek dari putusnya pernikahan baik yang ditinggal mati atu di talaq oleh suaminya biak dalam keadaan hamil maupun tidak. Jadi dalam analisisnya Ibn Hazm prihal wanita hamil karena zina ini tidak ada kewajiban untuk ‘iddah karena kehamilannya tidak ada akad nikah. Kata kunci: Pernikahan, ‘iddah, Imam Malik, Ibn Hazm. %Z Fuad Mustafid, M. Ag.