@phdthesis{digilib38611, month = {November}, title = {HAK MILIK ATAS TANAH WARGA NON-PRIBUMI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR?IYAH}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {14370060 M. SULTON ADIBI}, year = {2019}, note = {Dr. AHMAD PATTIROY}, keywords = {Hak Milik Atas Tanah, Instruksi, Siyasah Syar?iyah, Kaidah Kuliyah Fiqhiah}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38611/}, abstract = {ABSTRAK ?HAK MILIK ATAS TANAH BAGI WARGA NON-PRIBUMI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR?IYAH? Pada dasarnya, pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Berdasarkan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Negara Indonesia merupakan negara yang berlandaskan atas hukum. Oleh sebab itu pemenuhan hak atas setiap orang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh negara selama orang tersebut menjadi warga negara yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tanpa adanya diskriminasi oleh pihak manapun. Namun demikian, berbeda halnya dengan yang terjadi di Yogyakarta tentang instruksi wakil Gubernur terkait pertanahan. Instruksi wakil gubernur tersebut menyebutkan bahwa keturunan warga non-pribumi dilarang untuk memiliki hak milik atas tanah terlepas dari bagaimana sejarah terbentuknya kebijakan tersebut. Larangan tersebut diperkuat dengan diterbitkannya Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Non-pribumi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif (meneliti Bahan Pustaka/Library Research) yang bersifat deskriptif-analisis dengan melihat landasan yuridis, historis serta mengungkapkan pandangan Siyasah Syar?iyah terhadap permasalahan ini dengan menggunakan metode analisis Kaidah-Kaidah Kulliyah Fiqhiah yang bersumber pada buku, jurnal, naskah, maupun artikel terkait. Berdasarkan data yang diperoleh dengan menggunakan metode dan pendekatan diatas, hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pertama, tindakan yang diambil oleh Gubernur melalui Wakil Gubernur yang dituangkan dalam surat Instruksi, semata-mata adalah untuk melindungi warga dari pemodal besar. Tindakan ini dibenarkan oleh undang-undang, meskipun kedudukan surat Instruksi itu merupakan sebuah aturan kebijakan yang berada di luar Peraturan Perundang-undangan. Kedua, keputusan yang ditempuh oleh Gubernur untuk menerbitkan surat Instruksi tersebut merupakan keputusan yang bijak sebagai Gubernur, sebab keputusan itu dapat dikategorikan sebagai kemashlahatan menurut pandangan Siyasah Syar?iyah.} }