@phdthesis{digilib38758, month = {November}, title = {KUASA, JARINGAN KEILMUAN, DAN ORTODOKSI: DISKURSUS HADIS DI AL-ANDALUS ABAD II/VIII ? III/IX}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM. 1630016008 Muhammad Akmaluddin}, year = {2019}, note = {1. Prof. Dr. H. Suryadi, M.Ag. (Alm.) 2. Prof. Dr. Phil. Al Makin, MA. 3. Dr. Nurul Hak, M.Hum.}, keywords = {diskursus hadis, jaringan keilmuan, ortodoksi, Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik, al-Andalus}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38758/}, abstract = {Perbedaan diskursus hadis antara Timur dan al-Andalus mencerminkan persaingan dan perebutan otoritas pengetahuan. Pada abad II/VIII ? III/IX, diskursus hadis di Timur dikuasai mazhab {\d H}anaf{\=i} dan {\d S}a{\d h}{\=i}{\d h} al-Bukh{\=a}r{\=i}, sedangkan mazhab M{\=a}lik{\=i} dan Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik menguasai al-Andalus. Keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama hingga melahirkan ortodoksi yang menguasai dan mendominasi pengetahuan. Dampaknya mazhab M{\=a}lik{\=i} dan Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik mendominasi diskursus hadis dan melakukan pembatasan pengetahuan. Untuk membahas permasalahan tersebut, penelitian ini akan membahas tiga hal, yaitu 1) kuasa dan jaringan keilmuan dalam diskursus hadis, 2) bentuk dominasi mazhab M{\=a}lik{\=i} yang melahirkan ortodoksi dan mempengaruhi diskursus hadis, dan 3) pengaruh kuasa, jaringan keilmuan dan ortodoksi pada abad selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif historis. Untuk melihat ortodoksi dan dominasi yang ada, penelitian ini menggunakan teori ortodoksi dan dominasi Pierre Bourdieu. Penelitian ini menghasilkan tiga temuan. Pertama kuasa pengetahuan di al-Andalus menunjukkan adanya kebijakan untuk memperkuat fikih dan legitimasi kekuasaan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga stabilitas politik serta membangun dasar pengetahuan. Banyaknya jaringan keilmuan yang mendukung mazhab M{\=a}lik{\=i} menyebabkan dominasi dan kuasa Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik atas diskursus hadis. Kedua bentuk dominasi mazhab M{\=a}lik{\=i} antara lain berupa prioritas Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik, sensor dan larangan kajian selain Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik, taklid, penguasaan atas arena diskursus fikih dan kanonisasi hadis. Dominasi tersebut menyebabkan despotisme terhadap mu{\d h}addi{\.s}{\=u}n. Mereka mengalami persekusi, baik secara fisik maupun psikis. Mereka kemudian melakukan perlawanan terhadap dominasi mazhab M{\=a}lik{\=i} melalui karya dan perdebatan intelektual. Jaringan keilmuan yang datang belakangan menunjukkan adanya dukungan terhadap perlawanan mu{\d h}addi{\.s}{\=u}n. Terakhir perlawanan mu{\d h}addi{\.s}{\=u}n atas dominasi mazhab M{\=a}lik{\=i} dimulai dari perebutan wacana, kanonisasi hadis hingga penguasaan arena pengetahuan. Jaringan keilmuan dan karya hadis setelah abad III/VIII menggerus dan menggeser dominasi mazhab M{\=a}lik{\=i} serta Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik. Dampaknya, fatwa M{\=a}lik{\=i} dan kajian Muwa{\d t}{\d t}a? M{\=a}lik harus bersinggungan dengan hadis dan mazhab lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa diskursus hadis di daerah periferal dipenuhi konflik dan perjuangan kelompok. Jaringan keilmuan dan kanonisasi kitab hadis juga mempengaruhi diskursus hadis. Di samping itu, pemahaman atas makna hadis lebih dipentingkan daripada validitas riwayat dan kritik rawi di daerah periferal. Penelitian ini juga membuktikan adanya relasi kuasa dan pengetahuan, legitimasi kekuasaan, lokasi kawasan dan jaringan keilmuan dengan perkembangan pengetahuan hadis.} }