@incollection{digilib38851, booktitle = {TEORI KRITIS DAN METODOLOGI DINAMIKA BAHASA, SASTRA, DAN BUDAYA}, month = {June}, title = {MENDADAK PUITIS: POLITISASI SASTRA DALAM KONTESTASI PEMILIHAN UMUM 2019}, author = {Bayu Mitra Adhyatma Kusuma and Theresia Octastefani}, publisher = {Kepel Press dan FIB Universitas Jember}, year = {2019}, pages = {663--677}, keywords = {Politisasi Sastra, Puisi, Kontestasi Politik, Pemilu 2019}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38851/}, abstract = {Dalam perjalanan Bangsa Indonesia, relasi antara sastra dan politik seakan tak bisa dipisahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa sastra adalah bagian integral dari perjuangan politik kebangsaan. Pada rezim orde baru, sastra adalah manifestasi dari perlawanan terhadap pembungkaman dan menjadi senjata dalam membuka pikiran rakyat dari cengkeraman rezim otoriter dan represif. Di sisi lain, sastrawan yang dianggap pro rezim dibiarkan berkarya untuk melegitimasi hegemoni. Dua dekade lalu, orde baru runtuh dan digantikan era reformasi. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis apakah dunia sastra Indonesia akan melahirkan pujangga baru revolusioner yang mampu menjadi kontrol sosial di era kebebasan berekspresi ini ataukah sastra justru sekedar menjadi komoditas politik sebagai alat merengkuh kuasa belaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa di era reformasi dengan segala kebebasan berpendapat ini, sastra melalui puisi dalam kontestasi politik tetaplah eksis meski mengalami distorsi. Di pemilu 2019 yang dipandang telah mempolarisasi kehidupan sosial ini, beberapa politisi tiba-tiba bermutasi menjadi pujangga dan mendadak puitis. Puisi dipolitisasi sebagai bagian dari strategi oposisi mencari dukungan rakyat untuk merebut kuasa dari petahana. Memang dari kubu petahana juga menghasilkan karya puisi serupa, namun itu hanyalah berupa reaksi dari serangan oposisi. Pada akhirnya, di pemilu 2019 ini puisi telah larut dalam hingar bingar kontestasi meski tak selalu mengedepankan esensi.} }