%0 Thesis %9 Skripsi %A IMAM SADIANA A - NIM. 03531482, %B Fakultas Ushuluddin %D 2010 %F digilib:3905 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K makna masjid, refleksi ketundukan, kebudayaan Islam %T TEMPAT DI BUMI YANG PALING ALLAH CINTAI ADALAH MASJID ( Kajian Ma'anil Hadis terhadap Hadis-hadis Masjid ) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3905/ %X Bila dimaknai dari sisi yang lebih luas makna masjid adalah suatu refleksi ketundukan atau kepatuhan kepada Allah, jadi seluruh aktifitas yang ada pada lingkungan tempat ibadah tersebut (baca: masjid) pada dasarnya harus merupakan sebuah perwujudan atau refleksi ketaatan dan ketundukan kepada sang khalik yaitu Allah semata. Refleksi ketaatan dan ketundukan bukan berarti masjid hanya diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan ritual semata. Secara teoritis konseptual, masjid adalah pusat kebudayaan Islam, kebangkitan Islam berasal dari Masjid. Rasul menjadikan masjid sebagai tempat kegiatan ritual, spiritual dan membangun pemahaman umat islam terhadap islam (Politik) masjid ditengah masyarakat Muslim dan non-Muslim. Kini dan selamanya masjid merupakan pusat simbol aktivitas politik dan intelektual, entah kaum muslim itu mayoritas atau minoritas di suatu daerah. Dikalangan non-Muslim, masjid menjadi fokus perdebatan di sekitar identitas Islam dari tempat suci inilah syi'ar keislaman mulai digelindingkan sekian segmen gerakan tauhid yang meliputi aspek duniawi, material spiritual, dimulai. Dalam berbagai catatan sejarah telah banyak direkam dengan baik mengenai kegemilangan peradaban Islam serta bangunan suci itu mengekpresikan padangan hidup Islam yang pada awalnya telah disiapkan dan dihasilkan dari proses penggodokan ala masjid. Sayangnya, berkali-kali kita terpaksa harus menelan pil pahit, bahwa saat ini masih banyak masjid yang keberadaannya seperti ada dan tiada, masjid sudah tidak memiliki fungsi maksimal, atau hanya berfungsi sebagai tempat pemenuhan ritual an sich. Fenomena semacam ini penting disikapi tidak hanya akan memperburuk tempat suci agama, namun bila dibiarkan berlanjut, Islam akan dianggap sebagai jelmaan suatu sistem peribadatan para petapa yang kehilangan daya antisipasi terhadap gejolak terpaan problem duniawi. Sisi itulah yang sengaja penulis ketengahkan dalam penelitian sekripsi ini sebagai akar masalah dalam penelitian ini dengan harapan untuk mencoba merumuskan kembali semangat yang telah dihasilkan oleh umat muslim massa setelah nabi dalam membangun peradaban yang berbasis masjid. Dengan menggunakan metode ma'ani al-hadis, hadis tentang tempat di bumi yang paling Allah cintai adalah masjid dapat dipahami secara kontekstual mengingat sangat terikat oleh ruang dan waktu dimana hadis itu berkembang. Pemahaman tersebut dengan alasan diantaranya pertama, Fungsi dan peranan masjid seperti yang disebutkan pada masa nabi dan masa keemasan islam itu tentunya sulit diwujudkan pada masa kini. Namun, ini tidak berarti bahwa masjid tidak dapat berperan di dalam hal-hal tersebut tertapi fungsi masjid bisa di arahkan kepada kebutuhan ummat dimana waktu dan tempat masjid itu didirikan sesuai social budayanya. Kedua, Menyadari sepenuhnya peran masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan umat, tujuan pendiriannya pun harus ditetapkan secara jelas dan benar-benar disadari sejak awal. Supaya keberadaan sebuah masjid tidak mubazir. Atas dasar itulah punulis mencoba menarik makna segar dari makna awal tentang hadis-hadis masjid, yang secara kontekstual mengandung multifle effek pada kehidupan social. Besar harapan mudah-mudahan bisa terpenuhi paling tidak akan menjadi landasan normatif philosofis dalam khazanah tentang masjid fokus kajian studi ma'anil hadis. %Z Pembimbing: DR. H. Agung Danarta