%0 Thesis %9 Skripsi %A HANA ROSITA KURNIAWATI, NIM. 16530032 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2020 %F digilib:39106 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K hadis al-ifki, berita bohong, al-qur'an %P 121 %T HADIS AL-IFKI MENURUT MUHAMMAD HUSAIN AL-TABAABA’I DAN IBNU JARIR AL-TABARI %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39106/ %X Berita bohong telah menjadi komoditi yang dikonsumsi dan dipertukarkan oleh masyarakat di dunia maya. Konsep berita bohong dalam perspektif al-Qur’an terdokumentasikan dalam firman Allah swt. Q.S. al-Nur ayat 11-21 yang kemudian terkenal dengan istilah peristiwa h{adis al-ifki. Secara umum, hadis al-ifki selalu dinisbatkan kepada ‘Aisyah. Namun dalam penafsiran tertentu terdapat perbedaan riwayat yang digunakan oleh kelompok Syiah dan kelompok Sunni. Guna mengetahui secara mendalam terkait respon al-Qur’an tehadap peristiwa berita bohong tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana penafsiran yang dilakukan kelompok Sunni dan Syiah dengan mengambil salah satu karya Muh{ammad H{usain al-Tabataba’i yang berjudul al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an dan karya Ibnu Jarir al-Tabari yang berjudul Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an. Kajian terhadap kedua kitab tafsir tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana aliran teologi seseorang mempengaruhi aliran pemikiran, termasuk pemikiran tafsirnya. Penelitian ini memiliki rumusan masalah, bagaimana penafsiran hadis al-ifki menurut kedua mufassir tersebut, apa persamaan dan perbedaannya, serta apa kekurangan dan kelebihan masing-masing kitab tafsir tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan metode deskriptif-analitik-komparatif. Pada akhirnya, hasil yang penulis peroleh dari penilitian ini bahwa al-Ifku dapat diartikan dengan beberapa istilah seperti al-kizb dan al-buhtan, atau kebohongan paling buruk bahkan keji serta kebohongan dan pengada-adaan paling berat. Adapun penafsiran T{abataba’i terhadap Q.S. al-Nur ayat 11-21 adalah bahwa serangkaian ayat tersebut bertujuan untuk membebaskan salah satu anggota keluarga Nabi saw. dari tuduhan zina. Sedangkan al-T{abari menafsirkannya sebagai ayat pembebasan terhadap ‘Aisyah r.a. dari berita bohong tentangnya. Dalam menjelaskan objek yang tertuduh dalam insiden hadis al-ifk, baik Tabataba’i dan al-Tabari memiliki argument masing-masing yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan maksud kandungan Q.S. al-Nur: 11-21. Ketika menafsrikan Q.S. al-Nur: 11, T{abat}aba’i tidak menyebutkan secara jelas siapa yang akan mendapatkan balasan dari dosa penyebaran berita bohong (al-ifku), berbeda dengan al-T{abari> yang menyebutkan bahwa yang akan mendapat balasan dari perbuatan dosa tersebut adalah orang-orang yang mendatangkan berita bohong (al-ifku), terutama Abdullah bin Ubay. Adapun kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing kitab tafsir, menurut penulis dapat saling melengkapi. %Z Dr. AHMAD BAIDOWI, S.Ag., M.Si.