%A NIM. 16531007 Putri Adelia %O Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A %T KONSEP PERBEDAAN QIRĀ’ĀT DI KALANGAN MUFASIR SYI’AH %X erdapat fakta penting bahwa ada pandangan yang berbeda secara diametral di kalangan mufassir Syiah terkait dengan perbedaan qirā’āt di kalangan imamimam qirā’āt. Asumsi bahwa satu sekte dalam Islam, yaitu Syiah Imamiyah yang seharusnya sama dalam menyikapi perbedaan qirā’āt, berbeda dengan fakta yang ada. Dua tokoh Syiah yang berbeda pandangan dalam menyikapi perbedaan tersebut di antaranya adalah Mulla Muḥsin al-Fayḍ al-Kāsyānī dan al-Faḍl bin Ḥasan al-Ṭabrisī. al-Kāsyānī menyatakan bahwa hanya satu bacaan saja yang memiliki kualitas mutawātir. Al-Kāsyānī mengutip menekankan bahwa bacaan yang ṣaḥīḥah hanya ada satu sedangkan al-Ṭabrisī merupakan salah satu representasi ulama Syiah yang menerima eksistensi qirā’at dan bahkan banyak menggunakannya sebagai alat bantu penafsirannya. Berdasarkan latar belakang yang disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana pandangan al-Kāsyānī dan al-Ṭabrisī tentang perbedaan qirā’at dan melakukan analisis yang lebih dalam, menelisik faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi perbedaan pandangan keduanya terhadap qirā’āt dan melihat implikasi pemikiran keduanya tentang qirā’āt terhadap penggunaan qirā’āt dalam kitab tafsir keduanya. Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif analitis dan menggunakan teori Hans Georg Gadamer sebagai pisau analisis untuk melihat hal-hal yang melatarbelakangi pemikiran kedua mufasir dari segi kondisi sosio historis serta latar belakang keilmuan. Ada beberapa hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama, secara umum al-Ṭabrisī sepakat akan kebolehan membaca qirā’āt yang masyhur di kalangan qāri’ dan cenderung tidak membatasi qirā’ah dalam kitab tafsirnya dengan sebatas qirā’ah ‘asyrah, akan tetapi ia juga memasukkan tiga qurrā setelah ‘asyrah maupun imam selain itu. Sedangkan al-Kāsyānī berargumen bahwa al-Qur’an diturunkan dengan “satu huruf”. Namun, ia tidak melakukan kritik yang begitu tajam terhadap hadis yang menyatakan bahwa al-Quran itu diturunkan dengan “tujuh huruf” dan tidak memperlihatkan kecenderungannya terhadap salah satu qurrā’ ‘asyrah. Kedua, Faktor-faktor yang melatarbelakangi perbedaan pandangan al-Kāsyānī dan al-Ṭabrisī terhadap qirā’at yaitu 1) Perbedaan asumsi dasar mengenai keotentikan al-Qur’an 2) Perbedaan latar historis. Adapun al-Ṭabrisī hidup di era di mana Syiah mencapai tingkat pengetahuan dan keterbukaan yang lebih tinggi sedangkan al- Kāsyānī hidup pada zaman dinasti Safawiyah yang pada saat itu terdapat pearalihan mazhab dan Syiah menjadi mazhab agama Islam resmi di Iran dan menjadi semakin kuat. 3) al-Kāsyānī lebih dipengaruhi al-Qummī sedangkan al-Ṭabrisī lebih banyak mengutip riwayat Sunni. Ketiga, al-Kāsyānī terkadang tetap mencantumkan ragam bacaan tetapi tidak menisbatkan bacaan kepada salah satu rawi atau imam qirā’āt. Sedangkan al-Ṭabrisī tidak terlihat mengistimewakan atau mentarjīḥ riwayat Ḥafṣ dibandingkan dengan qurrā’ yang lain juga mencamtumkan ragam bacaan dari setiap qāri’. Adapun dalam konteks pendekatan antar dua mazhab, pendapat al- Ṭabrisī lebih bisa dijadikan sebagai titik temu karena pendapatnya yang lebih netral. %K Qirā’āt, Syi’ah, al-Kāsyānī, al-Ṭabrisī %D 2020 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib39115