%A EDITOR MUHSIN KALIDA %T Cahaya Kasih di Wajah Ibu %X Sebenarnya, membaca dan menulis adalah fitrah kita semua. Al-Quran pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW memberi perintah kepada kita untuk membaca dan menulis. Di sana tertulis kalimat yang sangat jelas, yakni iqra’ (bacalah!) dan al-qalam (pena). Dua kalimat ini tak perlu tafsir panjang lebar. Sekali orang baca, Al-Quran memerintahkan kita untuk menulis. ‘Allama bil qalam, berpikir dengan pena dan kertas. Pemahaman yang kita dapatkan dari membaca, biasanya akan mudah hilang. Sebab itulah, Allah memberikan kata “pena” dalam ayatnya. Artinya, jika ingin menjadi pembelajar yang kaafah (sempurna), setelah kegiatan membaca, harus dilanjutkan dengan menulis. Bahkan saking pentingnya tradisi menulis, sahabat Rasulullah SAW memberi pesa: “Ikatlah ilmu dengan tulisan”. Jika para ulama-ulama shalih terdahulu (salafunassholihun) tidak menuliskan hadits, tentunya kita tidak akan pernah tahu apa dan bagaimana kalimatkalimat dan akhlak dari Rasulullah SAW. Sejarah sudah memberi petunjuk bahwa dialog peradaban Islam dan peradaban lain terjadi, salah satunya, melalui karya tulis. Usia karya tulis yang diterbitkan, akan melampaui sang penulis, sebagaimana ulamaulama shalih terdahulu, kita kenal bukan dari budaya tutur kata, tetapi melalui kemampuan beliau dalam berliterasi, melalui karya tulisnya. Jadi, membaca dan menulis merupakan bagian dari perintah agama, dan Cahaya Kasih di Wajah Ibu - xi kewajiban bagi kita, terutama bagi para pelajar, santri dan mahasiswa. Karya ini luar biasa, selamat dan semoga menjadi perintis karya-karya berikutnya. %D 2017 %K Cahaya Kasih di Wajah Ibu %I Lembaga Ladang Kata %L digilib39516