%A NIM. 17200010118 Aisyah Nur Amalia %O Ro’fah, BSW, M.A., Ph.D. %T OTORITAS SPIRITUAL DAN PERGESERAN FUNGSI POLOWIJOCEBOLAN DI KERATON YOGYAKARTA: %X Disabilitas dalam kajian budaya sering digambarkan melalui dua narasi yang cenderung negatif. Pertama, dalam antropologi kultural, disabilitas dikenal dengan other atau sosok liyan. Kedua, dalam antropologi sosio kultural, disabilitas erat dengan stigma. Berangkat dari dua narasi tersebut, tesis ini mendiskusikan disabilitas dalam masyarakat Jawa, khususnya di Keraton Yogyakarta. Mereka digambarkan memiliki otoritas spiritual dan berpengaruh bagi kepemimpinan raja, namun juga mengalami pergeseran fungsi sejak masa Sultan Hamengku Buwono IX. Melalui kerangka Woodward, tesis ini berusaha menjawab pertanyaan penting: (a) bagaimana otoritas spiritual polowijo-cebolan, praktik dan operasionalisasinya di Keraton Yogyakarta? (b) bagaimana pergeseran fungsi polowijo-cebolan dari masa ke masa? (c) bagaimana otoritas spiritual polowijo-cebolan itu berubah dan apa saja faktor yang melatarbelakangi perubahan tersebut? Tesis ini menggunakan pendekatan etnografi dan analisis naskah kuno sekaligus. Hasilnya otoritas spiritual polowijo-cebolan di keraton ditunjukkan dengan operasionalisasi seperti menjadi tameng atau tolak bala, memiliki kedekatan terhadap Tuhan dan sebagai simbol laku sufistik tertinggi. Sedangkan, pergeseran fungsi polowijo-cebolan berubah dari sakral menuju profan disebabkan oleh modernisasi. Diantara pengaruh modernisasi yang terjadi di Yogyakarta adalah polowijo-cebolan sebagai simbol budaya, adanya pergeseran pemikiran Islam dan konsepsi yang lebih modern terhadap disabilitas di Keraton Yogyakarta. Kendati mengalami pergeseran fungsi, baik sakral maupun profan, keduanya masih cukup kuat dipahami masyarakat Keraton Yogyakarta hingga sekarang. %K Otoritas Spiritual Polowijo-Cebolan, Pergeseran Fungsi Polowijo- Cebolan, Keraton Yogyakarta %D 2020 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA %L digilib39581