%A NIM. 18205010060 Muhammad Sakti Garwan %O Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag, M. Hum, M.A., %T GENEALOGI TRADISI TAHLILAN DAN TIPOLOGI RESEPSI QS AR-RA’D (13): 28 PADA MASYARAKAT KESULTANAN TERNATE %X Tradisi tahlilan pada masyarakat kesultanan Ternate dianggap sebagai identitas kultural dan tidak dianggap sebagai tradisi khas NU. Hal ini disebabkan karena akulturasi yang dilakukan masyarakat antara tradisi lokal dengan tradisi Islam yang dibawa oleh para muballigh Arab-Persia. Dari segi prosesinya tradisi tahlilan pada masyarakat kesultanan Ternate terdapat pola resepsi (pembacaan/penerimaan) terhadap QS ar-Ra’d (13): 28. Penelitian ini mencoba menggali tahlilan dari dua aspek yakni genealogi tradisi tahlilan dan resepsi masyarakat terhadap QS ar-Ra’d (13): 28, dengan meliputi dua rumusan masalah, pertama, Bagaimana genealogi tradisi tahlilan pada masyarakat kesultanan Ternate?. Kedua, Bagaimana tipologi resepsi QS ar-Ra’d (13): 28 oleh masyarakat Kesultanan Ternate dalam tradisi tahlilan?. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis field research (penelitian lapangan) yang berlokasi di wilayah Kesultanan Ternate. Subjek penelitian ini terdapat pada masyarakat kesultanan Ternate. Para informan meliputi imam besar (jou kalem), kerabat sultan, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang juga merupakan bagian dari sumber data primer penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari arsip-arsip dalam bentuk buku dan karya tulis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan cara reduksi, penyajian data dan kesimpulan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan living Qur’an. Selain itu, teori yang diaplikasikan adalah teori genealogi Michel Foucault, dan teori resepsi, serta tinjauan surface structure dan deep structure. Hasil penelitian menemukan bahwa tradisi tahlilan di masyarakat kesultanan Ternate terdapat proses marginalisasi dari segi sejarah, tradisi tersebut diindikasi datang bersamaan dengan masuknya Islam di Moloku Kie Raha yang dibawa oleh para guru-guru sufi dari tanah Arab. Namun, pada kenyataannya tradisi tahlilan dibawa oleh sultan Zainal Abidin Syah serta beberapa ulama Jawa. Proses marginalisasi juga dilakukan dengan menghilangkan unsur budaya Jawa dalam tradisi tersebut. Selain itu, proses normalisasi tradisi tahlilan terdapat pada peralatan yang digunakan, eksistensi tradisi tahlilan di masyarakat kesultanan Ternate yang tidak hanya dilakukan oleh kelompok Islam tradisional melainkan juga dilakukan oleh masyarakat kota dan modern. Tradisi tahlilan tidak hanya dilaksanakan pada upacara kematian saja, namun pada pernikahan, aqiqahan, menyambut bulan ramadhan dan beberapa agenda acara lainnya di masyarakat kesultanan Ternate. Pada aspek resepsi pada QS ar-Ra’d (13) 28 oleh masyarakat kesultanan Ternate tergambar dalam tipologi resepsi yang meliputi eksegesis, estetis dan fungsional. Adanya mushaf kesultanan Ternate merupakan salah satu bukti resepsi eksegesis yang tunjukan oleh masyarakat Ternate. Lantunan dan lukisan ornamen sebagai bukti estetis dan pada sisi fungsional, QS ar-Ra’d (13): 28 dijadikan sebagai menghibur, penenang jiwa dan hati bagi orang yang membaca serta orang yang mendengarkannya, serta memuji keagungan Allah SWT. Dalam tinjauan surface structure dan deep structure, masyarakat kesultanan Ternate terkesan mengacu dan merujuk kepada al-Qur’an dalam hal tradisi, yang dalam hal ini QS ar-Ra’d (13): 28 dijadikan sebagai legitimasi tradisi tahlilan %K Tahlilan, Genealogi, Resepsi, Masyarakat Kesultanan Ternate %D 2020 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib40605