TY - CHAP CY - Yogyakarta ID - digilib40954 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40954/ A1 - Agus Moh. Najib, - N2 - Para ulama berbeda pendapat tentang kaharusan adanya wali nikah bagi perempuan dewasa, sebagaimana mereka berbeda pendapat tentang keabsahan perempuan sebagai wali nikah. Hal ini krena dalil-dalil yang dipegangi oleh mereka baik ayat al Qur'an maupun Hadis masih bersifat interpretable (muhtamilah), Namun terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, dengan melihat nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat al Aur'an dan hadis Nabi serta maksud dan tujuan yang tersirat dalam pandangan para ulama., yang menentukan keabsahan suatu pernikahan sesungguhnya adalah kerelaan dari kedua mempelai, bukan didasarkan pada kekuasaan par wali. Wali hanya berfungsi sebagai pebeimbing dan penasehat bagi kemaslahatan kedua calon mempelai untuk dapat mewujudkan tujuan perkawinan yang berupa keluarga sakinah. Menurut konsep subyek hukum (al mahkum 'alah) dalam kajian Ushul Fikih syarat menjadi wali adalah memiliki kecakapan bertindak hukum secara sempurna (kamil al ahliyyah) yang dasarnya adalah memiliki kecakapan bertindak hukum secara sempurna (kamil al ahliyyah) yang dasarnya adalah kemanusiaan dan akal sehat, maka pada dasarnya perempuan dewasa, sebagaimana laki-laki dewasa, dapat menjadi walu nikah, yang bertugas memberikan pertimbangan dan bimbingan sebelum terjadinya pernikahan, Dengan demikian adanya wali, baik wali itu laki-laki ataupun perempuan, adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi calon mempelai dan bukan sebaliknya mempersulit pernikahan atau hanya demi "kemaslahatan" itu sendiri. PB - Suka Press - PSW UIN Sunan Kalijaga- The Asia Foundation KW - Perempuan; Hukum; Ushul Fikih SN - 978-602-1326-01-5 TI - KONTROVERSI PEREMPUAN SEBAGAI WALI NIKAH - Tinjauan subyek Hukumdalam Kajian Ushul Fikih SP - 279 AV - public EP - 291 T2 - Menuju Hukum Keluarga, Progresif, Responsif Gender, dan Akomodatif Hak Anak ER -