TY - THES N1 - H. M. Nur, S. Ag., M. Ag. ID - digilib41391 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41391/ A1 - Nur Salim, 02351588 Y1 - 2006/07/28/ N2 - Iddah dalam hukum Islam merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang perempuan apabila terjadi perpisahan, baik karena perceraian atau kematian suaminya. Dalam masa 'iddah tersebut, perempuan diharuskan menunggu selama kurun waktu tertentu dengan suatu tujuan tertentu sebelum ia melakukan pernikahan kembali dengan lelaki lain. Dalam masa menjalankan kewajiban 'iddah itulah terdapat beberapa aturan yang mesti ditaati, antara lain adalah tidak diperbolehkannya (larangan) keluar rumah, kecuali dalam keadaan darurat dan atau hajat Ibadah haji sebagai salah satu ibadah wajib yang dikerjakan di luar rumah menjadi tidak diizinkan apabila bersinggungan dengan kewajiban 'iddah. Perempuan yang dalam masa 'iddah dilarang melaksanakan ibadah haji, karena kewajiban 'iddahnya yang melarangnya keluar rumah. Persoalannya adalah ketika produk hukum yang berupa larangan tersebut dibaca melalui perspektif konteks sosial budaya masa kini yang berbeda dan berubah menjadi tidak lagi menemukan relevansinya. Karenanya, diperlukan pembacaan ulang atas ketentuan hukum tersebut. Melalui pendekatan normatif-hermeneutik dan sosio-historis, skripsi ini berusaha mengkaji dan meneliti kembali landasan mazhab syafi'i terhadap hukum larangan melaksanakan haji bagi perempuan iddah Yaitu pertama, dengan melihat kembali konteks sosial budaya dalam memperlakukan kaum perempuan saat aturan ini terbentuk. Kedua, menafsirkan kembali (reinterpretasi) sumber hukumnya. Dan ketiga, mengadaptasikan suatu ketentuan hukum dengan masyarakat sesuai kurun waktu dan tempatnya Mazhab Syafii sebagai salah satu mazhab besar yang paling banyak diikuti fatwa-fatwanya, khususnya di Indonesia, terhadap persoalan ini berpandangan bahwa perempuan yang sedang dalam masa 'iddah tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah haji. Namun, dalam beberapa keadaan tertentu mazhab Syafi'i menetapkan hukum kebolehan, yaitu apabila telah lebih dahulu melaksanakan ihram, telah melewati separuh perjalanan haji, terdapat kekhawatiran akan diri dan hartanya dan, haji pada tahun tersebut dinazarkan Sebagai hasilnya ditemukan bahwa pertama, mazhab Syafi'i mendasarkan pandangannya yang berupa larangan melaksanakan haji bagi perempuan 'Iddah pada teks al-Qur'an dan Hadis yang melarang perempuan dalam masa 'iddah keluar rumah demi menjaga dari timbulnya suatu fitnah. Sedangkan hukum kebolehan didasarkan pada alasan keterpaksaan Kedua, pada dasarnya tidak ditemukan dasar nas yang secara terang menyatakan akan larangan melaksanakan haji bagi perempuan 'iddah. Dan hukum larangan keluar rumah serta larangan melaksanakan ibadah haji bagi perempuan 'iddah adalah banyak dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya masa lalu yang patriarkhi dalam memperlakukan dan memandang peran dan status perempuan. Sehingga, dengan adanya perubahan sosial dan berbedanya konteks masa lalu dengan konteks masa kini maka, larangan melaksanakan ibadah haji bagi perempuan 'iddah pada masa kini tidak lagi relevan. Dan hukum larangan berubah menjadi hukum kebolehan PB - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta KW - Haji KW - Madzab Asy Syafi?I KW - Masa Iddah M1 - skripsi TI - PANDANGAN MAZHAB ASY-SYAFI'I TERHADAP HUKUM PELAKSANAAN IBADAH HAJI BAGI PEREMPUAN DALAM MASA IDDAH AV - restricted EP - 153 ER -