@phdthesis{digilib41803, month = {January}, title = {PENANGANAN BUNUH DIRI OLEH YAYASAN INTI MATA JIWA (IMAJI) DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 16220058 IMAM WAHYU PRATAMA SUTRISNO}, year = {2020}, note = {Dr. H. Rifa?i, M.A.}, keywords = {penanganan bunuh diri}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41803/}, abstract = {Penelitian ini dilatarbelakangi oleh data organisasi kesehatan dunia WHO yang mencatat bahwa setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri di dunia. Data WHO tahun 2012 menyatakan bahwa hasil penelitian selama 10 tahun di 172 negara menunjukkan lebih dari 800.000 orang di dunia melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Pada tahun yang sama, estimasi WHO menunjukkan bahwa kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 4,3\% per 100.000 populasi. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun dalam periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2018 terjadi 525 kasus bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. Apabila dirata-rata kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2001 hingga tahun 2018 maka setiap tahun terjadi 29 kasus bunuh diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan tujuan mendeskripsikan penanganan bunuh diri oleh Yayasan Inti Mata Jiwa (IMAJI) di Kabupaten Gunungkidul. Subjek penelitian ini adalah pengurus Yayasan Inti Mata Jiwa, Pendamping PKH Kecamatan Nglipar, dan penyintas bunuh diri. Objek penelitian ini adalah penanganan bunuh diri oleh Yayasan Inti Mata Jiwa (IMAJI) di Kabupaten Gunungkidul. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan penanganan bunuh diri oleh Yayasan Inti Mata Jiwa (IMAJI) di Kabupaten Gunungkidul meliputi: melakukan sosialisasi dan pendidikan publik, bekerja sama dengan program keluarga harapan, membuka layanan hotlines, membuka layanan konsultasi, memahami persoalan dari kacamata mereka, mengganti tunnel vision dengan perspektif yang lebih luas, menyediakan dukungan, melakukan kolaborasi dengan keluarga, melakukan kerja sama dengan tenaga kesehatan, konseling dan melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan} }