%A NIM 16370058 Nur Izzatun Nafsiyah %O Dr. Ahmad Yani Anshari, M. Ag %T PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG TANPA PENGESAHAN PRESIDEN PRESPEKTIF SIYASAH TASYRI’IYYAH (STUDI KASUS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI) %X Presiden sebagai lembaga eksekutif turut berbagi kekuasaan dalam bidang legislasi bersama dengan DPR. Hal ini adalah sebuah bentuk dari penerapan prinsip check and balances yang tujuannya agar terwujud mekanisme saling kontrol diantara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Dalam bidang legislasi presiden memiliki kewenangan dalam hal mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR, membuat peraturan presiden (PERPRES), ikut serta dalam pembahasan rancangan undang-undang bersama dengan DPR, dan mengesahkan rancangan undang-undang yang akan menjadi undang-undang. hal ini juga telah disebutkan oleh UUD 1945 pada Pasal 5 ayat (1) (2) dan Pasal 20 ayat (2),dan (4). Kewenangan presiden untuk mengesahkan rancangan undang-undang telah disebutkan dalam Pasal 20 ayat (4) UUD 1945. Akan tetapi dalam kasus revisi undang-undang KPK tersebut presiden menolak untuk menandatangi rancangan undang-undang tersebut sehingga Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan tanpa pengesahan presiden. Bukan hanya revisi undang-undang KPK saja yang tidak disahkan oleh presiden karena sebelumnya ada 5 (lima) undang-undang yang tidak disahkan oleh presiden, yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang- Undang No. 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang No. 13 Tahun 20019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang No. 17 Tahun 2019 tentang MD3. Pada penelitian ini ada dua fokus permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana sejarah terbentuknya komisi pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimana dan bagaimana pandangan siyâsah tasyrî’iyyah terhadap pemberlakuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Ke-Dua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanpa pengesahan presiden. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (library research) salah satu penelitian yang berbicara banyak dengan buku-buku, arsip-arsip, dokumen-dokumen tua, jurnal, catatan-catatan, dokumentasi-dokumentasi film-fotografi, monografi, dokumentasi-dokumentasi statistic, diaries, surat-surat, dan lain-lain. Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif-analisis yaitu penelitian dengan cara pengumpulan data-data, kemudian mendiskripsikan, mengklarifikasi, dan menganalisis persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti secara mendalam dan komprehensif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Berdasarkan pada konsep siyâsah tasyrî’iyyah, pemberlakuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Ke-Dua Atas Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbeda dengan konsep siyâsah tasyrî’iyyah. Karena, sikap presiden yang tidak menandatangani rancangan undang-undang tersebut berbeda dengan pemikiran salah satu ulama kontemporer islam yaitu al-Maududi tentang legislasi (siyâsah tasyrî’iyyah). Sehingga penetapan hukum berdasarkan konsep siyâsah tasyrî’iyyah berbeda dengan penetapan legislasi yang ada di Indonesia %K Prinsip Checks And Balances, Presiden, Undang-Undang, Siyâsah Tasyrî’iyyah %D 2020 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib42412