%0 Thesis %9 Skripsi %A M. RIZQA HIDAYAT NIM: 05360057, %B Fakultas Syari'ah %D 2010 %F digilib:4329 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K Hak Ijbar, Fiqh %T HAK IJBAR DALAM PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (FIQH) DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4329/ %X Hak ijbar di sini merupakan suatu kekuasaan seorang wali ( bapak atau kakek) untuk memaksa menikahkan seorang anak atau cucu perempuannya tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Dengan adanya konsep ini, ada kemungkinan terjadi perkawinan tanpa persetujuan dari calon mempelai, dengan syarat walinya adalah bapak atau kakek. Dalam Hukum Islam (Fiqh), Terutama dikalangan empat mazhab masih mengakui adanya Hak ijbar. Adanya Hak ijbar ini maka kebebasan seorang anak atau cucu perempuan jadi terbatas dan ada ketidak seimbangan hak diantara keduanya. Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 wali merupakan syarat perkawinan tetapi dalam kaitannya dengan Hak ijbar, undang-undang ini lebih berdasarkan atas persetujuan kedua belah pihak (calon mempelai). Hal ini tercantum dalam UU No.1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (1). sehingga terdapat perbedaan hukum di antara kedua produk hukum tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu suatu penelitian yang memanfaatan perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif-analisis-komparatif yaitu penyusun berusaha mendeskripsikan konsep Hak ijbar dalam perkawinan kemudian dianalisis dan dikomparasikan dengan kedua perspektif tersebut. Pendekatan yang digunakan dengan pendekatan normatif-yuridis. Untuk pengumpulan data terbagi menjadi dua yakni sumber utama dan sumber sekunder. Analisisnya secara kualitatif dengan menggunakan instrument analisis induktif (menganalisis produk pemikiran para ulama fiqh tentang Hak ijbar dalam perkawinan dan hal-hal yang mempengaruhi pemikiran mereka serta konsep UU No. 1 Tahun 1974 kemudian disimpulkan secara komprehensif) dan komparatif (membandingkan). Berdasarkan analisis dari pembahasan, maka Hukum Islam (Fiqh) masih mengakui adanaya Hak ijbar, dua pendapat tentang Hak ijbar, yakni pertama Menurut kelompok yang diwakili oleh Imam asy-Syafi'i ini mereka berpendapat bahwasanya dalam sebuah perkawinan disyaratkan adanya wali, dan perkawinan tidak sah jika tanpa adanya wali. Menurut golongan ini seorang bapak atau kakek mempunyai Hak ijbar, baik wanita itu gadis yang belum dewasa, gadis dewasa maupun janda. Kedua, menurut Imam Abu, mereka berpendapat bahwa Hak ijbar diperuntukkan hanya kepada gadis yang belum dewasa (belum balig) dan orang gila (orang yang tidak berakal), selain itu jika wanita telah balig dan berakal maka tidak ada hak ijba r baginya. Sedangkan dalam Undang-undang tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengakui adanya hak ijbar, karena berdasarkan atas persetujuan calon mempelai. Sehingga perkawinan yang dilakukan dengan adanya paksaan dari pihak lain tidak sah, dan apabila sudah terjadi perkawinan maka yang bersangkutan dapat melakukan pembatalan di depan pengadilan. %Z Pembimbing : 1. Drs. ABD. HALIM, M.Hum. 2. Hj. FATMA AMILIA, S.Ag., M.Si.