%A NIM.: 16530055 Itsna Badriyatul Munadliroh %O Pembimbimg : Dr. Afdawaiza, S.Ag., M.Ag. %T PENAFSIRAN HAK WARIS PEREMPUAN (STUDI KITAB NAZARAT FI KITABILLAH KARYA ZAINAB AL-GHAZALI) %X Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam diperuntukkan bagi siapa saja yang hendak mendalami dan mengkaji makna-makna yang terkandung di dalamnya, terlepas dari perbedaan ideologi, suku, ras bahkan jenis kelamin. Namun, sejauh ini dalam buku-buku sejarah dan biografi kitab tafsir dan penafsirnya masih sedikit sekali ditemukan penafsir dari golongan perempuan. Dalam tulisan ini akan membahas salah satu penafsir perempuan akhir abad ke-20 dari Mesir yang bernama Zainab al-Ghazali. Karya tafsirnya bernama Naz{arat Fi Kitabillah. Karyanya dalam bidang tafsir tidak popular dikarenakan ia lebih dikenal sebagai seorang aktifis gerakan Ikhwan al-muslimin daripada seorang mufassir. Salah satu pembahasan yang menarik dalam al-Qur’an adalah mengenai hak waris perempuan. Nilai keadilan yang terkandung dalam komposisi 2:1 sering dipertanyakan, ditambah lagi dugaan bahwa selama ini al-Qur’an dan dasar-dasar hukum lainnya banyak dikaji oleh ulama’ dari golongan laki-laki yang bisa saja mempengaruhi hasil penafsirannya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan melihat bagaimana hak waris perempuan dalam perspektif Zainab sebagai mufassir perempuan. Berangkat dari latar belakang di atas, pokok permasalahan yang menjadi bahan penulis dalam skripsi ini adalah: pertama, bagaimana penafsiran Zainab alGhazali mengenai hak waris perempuan. Kedua, bagaimana relevansi penfsiran Zainab al-Ghazali mengenai hak waris perempuan dalam konteks keindonesiaan. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang berfokus pada penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat deskriptif-analitis, yaitu mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan pembahasan waris perempuan, kemudian mendeskripsikannya serta menganalisanya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perempuan telah mendapat hak waris setelah sebelumnya, pada masa jahiliah mereka sama sekali tidak mendapatkan hak waris atas peninggalan keluarga dan kerabat mereka, bahkan mereka bisa menjadi obyek yang diwariskan kepada ahli waris mayit. Meskipun hanya mendapat setengah dari bagian laki-laki, hal ini dikarenakan perbedaan beban yang mereka tanggung. Laki-laki sebagai kepala keluarga bertanggung jawab atas nafkah yang harus ia tunaikan kepada keluarganya. Sedangkan relevansi penafsiran Zainab al-Ghazali dalam konteks keindonesiaan adalah masih digunakannya pedoman 2: 1 dalam KHI yang berlaku bagi umat Islam Indonesia. %K Kitab Nazarat Fi Kitabillah, Zainab al-Ghazali, Kewarisan Perempuan %D 2020 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib44130