%A NIM. 17105010074 Muhammad Imdad %O Ali Usman, S.Fil.I., MA %T SALEH RITUAL, SALEH MEDIA SOSIAL: FENOMENA KESALEHAN DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG RIYĀ’ %X Media sosial sedikit banyak telah bertransformasi menjadi ruang kesalehan publik. Mudah sekali menemukan bentuk kesalehan di media sosial, baik yang terorganisir maupun tidak. One Day One Juz, gerakan update status positif, tagar #niqabstyle, hingga program giveaway dan fenomena Ustadz Youtube merupakan contoh kecil maraknya kesalehan di media sosial. Tentu saja di satu sisi, fenomena kesalehan ini merupakan sebuah hal positif, sebab mengisi dan memanfaatkan platform media sosial sebagai medium amal saleh dan menjadikan media sosial sebagai ‘mimbar’ dakwah online-virtual. Akan tetapi, fenomena kesalehan di media sosial juga menyisakan sisi lain yang sangat problematis, yakni tentang riyā’. Riyā’ dan kesalehan ibarat dua sisi uang koin, saling berdampingan dan mengalahkan. Penelitian ini berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana konsep al-Ghazali mengenai riyā’; dan bagaimana pemikiran tasawuf al-Ghazali tentang riyā’ digunakan sebagai perspektif untuk melihat fenomena kesalehan di media sosial. Sedangkan tujuan dalam peneleitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep pemikiran al-Ghazali tentang riyā’; dan menjelaskan perspektif pemikiran al-Ghazali tentang riyā’ dalam membaca fenomena kesalehan di media sosial. Metode analisis yang digunakan dengan dua cara, yakni deskripsi dan eksplanatori. Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan teks dan data secara apa adanya. Sedangkan analisis eksplanatori digunakan untuk menjelaskan rasionalitas sebuah fenomena dalam koridor teoritis tertentu—dalam hal ini tasawuf. Tulisan ini mencoba membawa perspektif al-Ghazali untuk melihat berbagai fenomena kesalehan di media sosial melalui konsepsi pemikirannya tentang riyā’. One Day One Juz berisiko riyā’ sebab memamerkan hasil kesalehan membaca al-Qur’an di media sosial, dalam hal ini grup Wahstapps. Sementara gerakan update status positif mampu menggiring kepada perbuatan riyā’ jika tujuan penyebarnya ingin dianggap sebagai orang saleh, begitupun tagar #niqabstyle yang memamerkan kesalehan individual menutup aurat di khalayak media sosial. Giveaway termasuk amal saleh sedekah. Jika tujuan pengadaannya agar ia dianggap sebagai orang dermawan, maka hal tersebut masih diperbolehkan selama terbebas dari unsur penipuan. Hal yang membuat diperbolehkan dengan alasan tersbut adalah karena kedermawanaan dianggap oleh al-Ghazali tidak memiliki kaitan langsung dengan urusan keagamaan (amr al-dīniyyah). Sedangkan fenomena ustadz di Youtube memiliki potensi paling besar untuk terkena jerat riyā’, sebab pelabelan ‘ustadz’ secara tidak langsung telah menggiring anggapan masyarakat umum bahwa ia seorang saleh dan ahli dalam beragama. Hal ini termasuk amr al-dīniyyah. Akan tetapi, niat dan tujuan yang melatarbelakangi berdirinya sebuah kesalehan di media sosial pada akhirnya menjadi faktor terpenting untuk menentukan apakah amal saleh tersebut tergolong perbuatan riyā’ atau tidak. %K Riyā’, Kesalehan, Media Sosial, al-Ghazali %D 2021 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib44827