TY - THES N1 - Dr. Moh. Soehadha, S.Sos, M.Hum ID - digilib45552 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45552/ A1 - MOHAMAD BAIHAQI, NIM: 19205010070 Y1 - 2021/03/16/ N2 - Pasca orde baru, konflik sosial-keagamaan di Lombok mulai muncul secara terbuka. Diawali dari konflik antara Islam dan Kristen, kemudian merebak konflik antara Islam dan Hindu, dan terakhir, konflik terjadi di internal Islam seperti konflik antara NW Anjani dan Pancor, konflik antara warga setempat dengan Ahmadiyah dan Salafi. Sementara itu konflik sosial mengemuka hampir di seluruh kabupaten dan kota di Pulau Lombok. Warga antar kampung menyerang kampung dan desa lain. Karena itu muncul organisasi masyarakat yang berperan sebagai polisi sipil seperti Amphibi dan Buru Jejak. Namun kehadiran kedua ormas tersebut malah berujung konflik. Menghadapi rentetan konflik yang bersifat inter group semacam ini, pemerintah seperti menemui jalan buntu, penyelesaian hanya berakhir dengan mediasi namun tidak dilanjutkan dengan upaya melakukan resolusi dan transformasi secara berkelanjutan. Adanya kearifan lokal seperti mitos di kalangan Suku Sasak malah tidak digunakan sebagai semacam perekat sekaligus dapat menemukan makna yang dapat digunakan untuk melakukan upaya resolusi terhadap konflik sosial keagamaan tersebut. Karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melacak ragam mitos Suku Sasak yang terkait dengan pola resolusi konflik sosial-keagamaan. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana makna mitos dari sudut pandang resolusi konflik yang menjadi bagian dari simbol kehadiran Suku Sasak. Penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan meminjam teori sosio-antropolgi dari Levi Strauss untuk dapat menarik struktur dan makna dalam mitos di kalangan Suku Sasak. Data-data diperoleh melalui metode observasi alamiah, studi dokumentasi, dan wawancara terpusat. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: apa saja mitos di kalangan Suku Sasak yang bernuansa resolusi konflik? Bagaimana makna mitos di kalangan Suku Sasak dapat diterapkan sebagai strategi resolusi konflik sosial-keagamaan? Menjawab rumusan masalah tersebut, peneliti memperoleh temuan terkait enam mitos di kalangan orang Sasak yang kemudian dirumuskan menjadi enam tahap mekanisme penyelesaian konflik inter group. Pertama, resolusi konflik dilakukan lewat empati sebagai semacam titik pijak tanpa kekerasan dalam menyelesaikan konflik antar kelompok. Kedua, konflik yang bersifat potensial (tertutup) dapat diresolusi dengan menghilangkan atau menutup pemicu (triger) sehingga tidak berubah menjadi konflik terbuka. Ketiga, resolusi konflik dapat dilakukan oleh pihak ketiga, yang netral dan tidak memiliki kepentingan tertentu. Keempat, resolusi konflik menggunakan mekanisme kekerasan antar aktor yang bersengketa secara individu tanpa keterlibatan komunitas masyarakat. Kelima, pihak yang mendominasi tidak menggunakan instrumen kekuasaannya untuk menghukum pihak yang didominasi akan tetapi hanya menyingkirkan salah satu kelompok demi kondisivitas suatu daerah (with drawing). Keenam, dialog dan rekonsiliasi kepentingan berbagai pihak yang dilakukan secara intens dan berkelanjutan. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - Resolusi Konflik KW - Mitos KW - Orang Sasak M1 - masters TI - RESOLUSI KONFLIK SOSIAL-KEAGAMAAN DALAM MITOS DI KALANGAN SUKU SASAK PULAU LOMBOK AV - restricted EP - 271 ER -