@mastersthesis{digilib45898, month = {April}, title = {MIMESIS DAN KULTUR TAFSIR AL-QUR?AN: KONTEKS, STRUKTUR DAN TRADISIONALITAS DALAM TAFSIR AYAT-AYAT SOSIAL KITAB MAFATIH AL-GHAIB}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 17200010112 Muhammad Fathur Rozaq, S. Ag.}, year = {2021}, note = {Pembimbing : Mohammad Yunus, LC., MA., Ph.D}, keywords = {Mimesis, al-R{\=a}z{\=i}, Maf{\=a}ti{\d h} al-Gaib, diskursus sosial, narasi tafsir, penguasa.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45898/}, abstract = {Penelitian ini berporos pada pengaplikasian teori hermeneutika dalam kajian tafsir Al-Qur?an. Adapun teori hermeneutika yang digunakan adalah tiga alur mimesis yang digagas oleh Paul Ricoeur dalam Time and Narrative. Karya tafsir yang dikaji dalam penelitian adalah Maf{\=a}ti{\d h} al-Gaib karangan Fakhr al- Din al-R{\=a}z{\=i}. Signifikansi penggunaan teori mimesis1 adalah untuk menghidupkan kembali diskursus sosial yang tersamarkan oleh rentang waktu dalam satu konteks tertentu. Konteks dalam penelitian ini tidak difungsikan sebagai alat untuk memahami teks, lebih dari itu ia adalah bagian integral dari teks dengan diskursus yang telah mati. Dalam kasus al-R{\=a}z{\=i} diskursus sosial yang muncul yakni relasi erat antara ulama dan penguasa di samping beberapa intrik politik yang tajam hingga menewaskannya. Berkacamatakan mimesis2 respons al-R{\=a}z{\=i} terhadap elit menjadi lebih terang terbaca di dalam tafsirnya dengan gambaran diskursus tersebut. Terdapat alur retorika yang sengaja disusun bagi kalangan elit dan khususnya penguasa dalam tafsirnya sebagai gambaran normatif akan kepemimpinan ideal dengan narasi persuasif. Di titik ini al-R{\=a}z{\=i} menyebut bahwa ulama adalah umara? al-umara?, dengan narasi ini secara tidak langsung ia memosisikan dirinya sendiri sebagai am{\=i}r al-umara?. Narasi tafsir al-R{\=a}z{\=i} selain ditujukan untuk umum dalam beberapa ayat yang terkait dengan diskursus ulama-penguasa terlihat audiens yang dituju adalah elit negara serta penguasa. Mimesis3 mengantar penulis pada penelusuran akan tradisi tafsir Al-Qur?an dilingkaran istana. Di titik ini penulis mencoba untuk membandingkan al-R{\=a}z{\=i} dengan mufasir lain yang memiliki ikatan dengan penguasa yakni al-{\d T}abari dan Ibn Ka{\.s}{\=i}r. Perbandingan antara ketiganya menjadi demarkasi, bahwa pemikiran dan keberanian al-R{\=a}z{\=i} melahirkan karya tafsir dengan penyuaraan lantang pada keadilan dan kesetaraan kepada penguasa.} }