eprintid: 46426 rev_number: 10 eprint_status: archive userid: 12259 dir: disk0/00/04/64/26 datestamp: 2021-11-08 03:46:05 lastmod: 2021-11-08 03:46:05 status_changed: 2021-11-08 03:46:05 type: thesis metadata_visibility: show creators_name: NUZULA NURZATI, NIM. 17105010025 title: MAKNA SIMBOLIK MITOS DAYEUH LEMAH KAPUTIHAN PADA MASYARAKAT JALAWASTU (Menurut Semiotika Roland Barthes) ispublished: pub subjects: A divisions: aqfi full_text_status: restricted keywords: Mitos, Konotasi, Dayeuh Lemah Kaputihan note: Dr.H.Muhammad Taufik S. Ag., M.A abstract: Mitos dayeuh lemah kaputihan memiliki pengertian sebagai tradisi lisan masyarakat Jalawastu sebagai ungkapan larangan yang sudah ada sejak zaman purbakala. Mitos ini berupa larangan atau pantangan menanam Kacang Tanah, Bawang, memelihara Angsa, Kerbau, Kambing Gimbas, dilarang memakai Genteng, Batu-bata, Semen, dilarang Berpikiran Buruk, Berbuat Buruk, Pertumpahan Darah dan dilarang memainkan alat musik Gong dan Kenong. Dalam penelitian ini terdapat rumusan masalah yaitu bagaimana penggunaan simbol mitos dayeuh lemah kaputihan dan bagaimana makna simbolik mitos dayeuh lemah kaputihan menurut semiotika Roland Barthes. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang dilakukan dengan metode penelitian lapangan (field research) melalui wawancara dan observasi secara langsung. Pendekatan yang digunakan adalah semiotika untuk memahami makna fenomena budaya dalam masyarakat. Hasil penelitian penulis menunjukan bahwa larangan atau pantangan memiliki makna yaitu:. Pertama, Alam, Manusia dan Tuhan sebagai keharmonisan. Kedua, kebaikan adalah do’a, kesucian bagian dari iman, dan keselamatan sebagai kesejahteraan. Ketiga, patuh dan rasa hormat terhadap aturan atau hukum adalah manusia yang menjunjung tinggi kebaikan. Sedangkan makna simbolik dayeuh lemah kaputihan dibagi menjadi dua yaitu Lumpang dan Rumah Kayu. Lumpang merupakan pusat segala sesuatu yang turun ke bumi untuk mencapai keinginan atau cita-cita sebagai simbol kesucian. Rumah Kayu pada atap yang berbentuk pelana bermakna hubungan antara Alam, Manusia dan Tuhan sebagai simbol kehidupan. Dinding bermakna kesederhanaan dan kesetaraan merupakan simbol status sosial, dan Wuwungan atau Bubungan bermakna satu keyakinan masyarakat sebagai simbol religi. date: 2021-08-05 date_type: published pages: 116 institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA department: FAKULTAS USHULUDDIN thesis_type: skripsi thesis_name: other citation: NUZULA NURZATI, NIM. 17105010025 (2021) MAKNA SIMBOLIK MITOS DAYEUH LEMAH KAPUTIHAN PADA MASYARAKAT JALAWASTU (Menurut Semiotika Roland Barthes). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46426/1/17105010025_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46426/2/17105010025_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf