%A NIM.: 19202010005 Abd Munib, S.Sos. %O Pembimbing : Dr. H. M. Kholili,M.Si. %T DISKURSUS SERTIFIKASI KHOTIB: PANDANGAN ORGANISASI KEAGAMAAN DI PAMEKASAN %X Sertifikasi khotib yang diwacanakan Kemenag RI sejak 2017 sebagai upaya mencetak khotib profesional menuai pro-kontra di kalangan individu maupun kelompok. Kelompok organisasi keagamaan seperti SI, Muhammadiyah, dan NU Cabang Pamekasan juga memiliki narasi keagamaan dan kebangsaan serta logika berpikir yang berbeda tentang wacana program sertifikasi khotib ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tradisi fenomenologi dan teknik pengumpulan data wawancara mendalam yang diperjelas dengan observasi serta penelusuran dukumen. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan narasi keagamaan dan kebangsaan. Narasi keagamaan SI menganggap wacana sertifikasi khotib bagian dari upaya menodai keluhuran tujuan dakwah itu sendiri. Narasi keagamaan Muhammadiyah menganggap bahwa program sertifikasi khotib menganggu misi kerasulan yang sekaligus berpotensi mempersempit ruang gerak khotib. Narasi keagamaan NU menganggap wacana sertifikasi khotib menjadi upaya pemerintah agar syiar Islam disampaikan oleh figur yang betul-betul memiliki pemahaman Agama mumpuni. Narasi kebangsaan Muhammadiyah menganggap program sertifikasi sebagai langkah berlebihan pemerintah untuk terlalu ikut campur mengatur wilayah yang sebaiknya tidak perlu disentuh. Narasi kebangsaan NU menganggap secara doktrinal negara memiliki otoritas sehingga program sertifikasi khotib pantas diakui dan dijalankan. Penelitian ini juga menunjukkan adanya penggunaan logika berpikir tersendiri yang diklasifikasikan pada poros, kesamaan, dan campuran pandangan. Poros pandangan ini terlihat dari SI yang menegaskan agar program sertifikasi khotib tidak dilanjut oleh pemerintah karena bertendesi menghalang-halangi kegiatan dakwah. Adapun Muhammadiyah berpegang pada keyakinannya bahwa setiap khotib pada hakikatnya sudah mengerti tentang sumber Islam yang mengatur tata cara dalam cara menyampaikan pesan sehingga wacana sertifikasi ini dinilai tidak jelas fungsinya kecuali menambah beban. Sedangkan asas poros pandangan NU didasarkan pada kontribusi pemerintah untuk mewujudkan khotib profesional yang anti radikal dan ekstrimisme. Kesamaan pandangan SI, Muhammadiyah, dan NU tentang program sertifikasi khotib terletak pada praktiknya agar pemerintah atau Kemenag RI sekadar menjadi fasilitator. Artinya, pemerintah dan isntansinya hanya cukup menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam mewujudkan penceramah profesional. Campuran pandangan tentang sertifikasi terlihat dari penggunaan isu lain yang sengaja dikait-kaitkan. SI mengaitkan wacana sertifikasi khotib dengan ketidak-puasan pemerintah terhadap konten ceramah yang kemudian menyebakan penceramah tersandung hukum. Muhammadiyah mengaitkan wacana sertifikasi khotib dengan rilis pemerintah terkait khotib radikal sehingga wacana sertifikasi khotib ini dinilai tidak akan transparan. NU mengaitkan wacana sertifikasi khotib dengan negara lain yang telah sukses memberlakukan program sertifikasi khotib seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Brunai. %K Sertifikasi Khotib, Khotib Profesional, dan Organisasi Keagamaan. %D 2021 %I SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib46666