TY - THES N1 - Promotor: Prof. Dr. H. Syihabuddin Qalyubi, Lc., M.Ag. dan Ahmad Rafiq, S.Ag., M.Ag., M.A., Ph.D. ID - digilib48634 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48634/ A1 - Mohamad Yahya, NIM.: 1430012015 Y1 - 2021/12/22/ N2 - Penelitian ini memfokuskan kajian pada kehidupan Al-Qur?an di tengah masyarakat Indonesia. Objek materialnya adalah penggunaan Al-Qur?an dalam kebudayaan hikmah pesantren. Pembatasan subjek kajian dalam penelitian ini berupa peranan K.H. Ahmad Yasin Asymuni al-Jaruni dalam mengelola Ijazah Kubro di Pondok Pesantren Hidayatut Thullab, Petuk, Puhrubuh, Semen, Kediri, Jawa Timur. Signifikansi penelitian ini dibangun melalui tiga argumentasi. Pertama, komunitas pesantren memiliki peranan penting dalam dinamika kehidupan keagamaan di Indonesia. Kedua, vitalitas Al-Qur?an dalam kehidupan masyarakat bersanding erat dengan kebudayaan hikmah yang cenderung distigmasi negatif. Ketiga, kajian Al-Qur?an dengan mengombinasikan pendekatan studi Al-Qur?an dan sosial-antropologis sangat penting untuk dapat memberikan gambaran yang lebih emik. Pemilihan kajian dibatasi pada Kiai Yasin karena ia adalah satu-satunya agen representatif dari kebudayaan hikmah pesantren. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ada tiga. Pertama, apa makna Al-Qur?an dalam kebudayaan hikmah pesantren? Kedua, bagaimana bentuk performasi-diskursif pemaknaan Al-Qur?an dalam kebudayaan hikmah pesantren? Ketiga, mengapa performasidiskursif pemaknaan Al-Qur?an terbentuk dalam kebudayaan hikmah pesantren? Rumusan masalah pertama dijawab dengan teori sakralitas kitab suci, baik dalam tradisi ?ul?m al-Qur??n maupun sosialantropologi. Rumusan masalah kedua dijawab dengan teori fungsi interpretasi tindakan performatif Sam D. Gill dan Islam sebagai tradisi diskursif dari Talal Asad. Sementara itu, rumusan masalah ketiga dijawab dengan teori produksi kultural Pierre Bourdue. Langkahlangkah penelitian ini ditempuh dengan analisis interaktif model Miles dan Huberman. Temuan penting dalam penelitian ada tiga hal. Pertama, Al- Qur?an dalam kebudayaan hikmah pesantren dimaknai sebagai doa. Pemaknaan ini bersifat relasional serta melampaui batas-batas definisi Al-Qur?an sebagai Mushaf. Pemaknaan tersebut justru merupakan sikap afirmatif dan peneguhan akan sakralitas Al-Qur?an. Kedua, interpretasi tindakan performatif terhadap Al-Qur?an menghadirkan fakta bahwa Al-Qur?an adalah azimat terbesar dalam kehidupan. Ia lahir dari proses spiritualisasi teks dan tekstualisasi spiritual. Fungsi performatif ini diyakini memiliki legitimasi historis dengan praktik kehidupan umat Islam di era kenabian. Pandangan diskursif ini melahirkan ortopraksi kebudayaan hikmah pesantren berkaitan dengan Al-Qur?an. Ketiga, ortopraksi kebudayaan hikmah pesantren berkaitan dengan Al-Qur?an adalah doksa. Ia distruktur oleh praksis sosial dalam arena kebudayaan hikmah pesantren. Pada saat yang sama, ia juga menstruktur praksis sosial secara dominan di arena tersebut. Oleh sebab itu, ortopraksi dalam kebudayaan hikmah pesantren membentuk dan dibentuk oleh agen secara dinamis sesuai dengan arenanya. Pemaknaan Al-Qur?an tersebut tidak netral dan melahirkan distingsi dan resistensi kebudayaan. Dengan demikian, pemaknaan Al-Qur?an sebagai azimat terbesar merupakan identitas kultural dari kebudayaan hikmah pesantren. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - budaya hikmah; pesantren; performasi-diskursif; produksi kultural M1 - doctoral TI - AL-QUR?AN DALAM KEBUDAYAAN HIKMAH PESANTREN: Pemaknaan, Performasi-Diskursif, dan Produksi Kultural AV - restricted EP - 441 ER -