%A NIM. 19205010063 Dr. Muthiullah, S.Fil.I., M.Hum. %O Pembimbing : Dr. Muthiullah, S.Fil.I., M.Hum. %T TESIS KRITIK EPISTEMOLOGI AL-QADB WA AL-BAST TERHADAP PEMIKIRAN POLITIK HAMKA %X Persoalan pokok dalam penelitian ini adalah Pertama, persoalan epistemologi pemikiran politik Hamka. Kedua, problem literatur karya Hamka. Ketiga, problem kontekstualisasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik membahas persoalan tersebut dan sekaligus menjadi rumusan dari penelitian ini. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan kerangka teori epistemologi alqadb wa al-bast Abdulkarim Soroush. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptifanalis, dan metode komparatif. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan filosofis, dan pendekatan studi tokoh. Hasil penelitian yang penulis temukan ialah: Pertama, dalam melihat posisi agama bagi Hamka, berdasarkan epistemologi al-qadb wal bast, (1) Prinsip koherensi atau keterpaduan dan korespondensi, yakni Hamka menunjukkan adanya kesesuaian antara pernyataan (dalil-dalil naqli/wahyu) yang berkaitan sebagai sumber informasi dengan dikonfirmasi dan diolah oleh akal (rasio), serta situasi empiris sebagai bukti penguatan dari pernyataannya; (2) Prinsip interpenetrasi yakni menggunakan metode deduktifaprioris dan menjelaskan urgensi keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan agama, terutama soal bernegara (politik) sebagai perluasan dengan beragama sebagai implementasinya (penyempitannya); (3) Prinsip evolusi, yakni Hamka menempatkan akal (rasio) sebagai alat berpikir, dan pengalaman (empiris) sebagai objek penguatan bagi rasio berdasarkan realitas sosial-politik dan pengalaman hidupnya, yang kemudian akan menjadi evolusi, yakni bagian dari pembentukan akhlak, serta wahyu (tauhid) sebagai dasar atau sumbernya. Kedua, mengenai bipolaritas pemikiran politik Hamka, dapat dipahami bahwasanya Hamka terkesan memaksakan ajaran Islam dalam praktik demokrasi. Hal ini terlihat dari gagasan pemerintahan terkait solusi yang ditawarkan Hamka terkait demokrasi-takwa sebagai sintesis Islam dan demokrasi, serta memahami agama sebagai dasar bernegara, dan memahami demokrasi sebagai terminologi bentuk pemerintahan mayoritas dan mereduksi minoritas. Kendati demikian, pemaksaan tersebut tentu tidak didorong oleh egosentris Hamka semata, melainkan dikarenakan kekhawatiran Hamka terhadap dampak dominasi nasionalisme-sekuler yang tentu akan menepiskan agama dalam wilayah publik. Ketiga, nilai esensial yang ingin diperjuangkan dan menjadi dasar Hamka adalah nilai tauhid sebagai basis moral dan tolak ukur kebenaran mutlak dalam bermasyarakat dan bernegara, serta terkait syarat elite politik mewujudkan idenya tersebut, yakni menjadikan moral agama sebagai basis bermasyarakat dan bernegara. Keempat, kritik terhadap pemikiran politik Hamka: pentingnya mendudukkan konsep agama dengan interpretasi agama; urgensi teori epistemologi al-qadb wa al-bast sebagai perpaduan pengetahuan agama dan non-agama, terutama pada kajian politik hak asasi manusia dan demokrasi; gagasan pemerintahan demokrasi-religius sebagai moderasi bernegara, dan bukanlah dimaksudkan menjadikan agama sebagai dasar suatu negara, melainkan sebagai basis moral bernegara, dan tidak melahirkan hegemoni serta tirani mayoritarianisme kekuasaan agama. %K Kritik, al-Qadb wa al-Bast, Pemikiran, Politik, Hamka %D 2021 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib48813