@mastersthesis{digilib48860, month = {September}, title = {NETIZEN NU, IDENTITAS DAN SELF-COUNSELLING}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 17200010073 Umu Nisa Ristiana, S. Sos}, year = {2021}, note = {Pembimbing: Dr. Sunarwoto, S. Ag., M.A}, keywords = {Netizen NU, Identitas Ruang Virtual, Self-Counselling}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48860/}, abstract = {Fenomena migrasi aktivitas keagamaan dari tradisional ke digital membangun dinamika baru. Para pengamat sosial menilai ruang virtual memiliki kemampuan dalam memengaruhi nilai, pola pikir dan sikap seseorang. Kemampuan ini makin membuat kompleks dinamika antara dunia nyata dan maya, termasuk aspek antara agama dengan media digital. Apalagi jika dilihat dari sudut pandang pemuda Nahdlatul Ulama (NU) melalui tiga pertimbangan yakni karakteristik secara historis geografis, karakteristik kelompok usia 20-an dan karakteristik kemampuan manusia untuk berfikir, merasakan dan bertindak. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran rekonstruksi identitas NU di ruang virtual dengan menempatkan latar belakang keagamaan keluarga sebagai elemen penting. Penelitian ini melibatkan 126 pemuda untuk memberikan gambaran umum karakteristik pemuda NU. Kemudian, diambil sepuluh pemuda untuk menjelaskan manifestasi konsumsi konten keagamaan pemuda menggunakan sudut pandang self-counselling. Selanjutnya, mengerucut pada dua pemuda berlatar belakang identitas NU yang berbeda untuk menggambarkan rekonstruksi identitas NU di ruang virtual. Analisis data penelitian ini melalui empat langkah yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil pengamatan, keseluruhan netizen NU terbuka dengan sumber keagamaan baru. Meskipun demikian, mereka cenderung bersikap konservatif untuk mempertahankan ideologi keagamaan hasil dari proses internalisasi keagamaan di lingkungan keluarga. Kelekatan keluarga berperan penting dalam mempertahankan posisi keluarga sebagai otoritas keagamaan tertinggi di ruang virtual. Kedua, konsumsi konten keagamaan tidak hanya digunakan sebagai proses pembelajaran informal keagamaan tetapi juga dijadikan sebagai sebagai ruang berkontemplasi melalui proses self-counselling berupa; refleksi diri, mengumpulkan informasi, menyeleksi solusi dan evaluasi. Ketiga, pembacaan artikel di media sosial (Youtube dan Instagram) mampu menggeser pandangan netizen NU terhadap isu Pemimpin Non-Muslim yang semula tidak setuju menjadi setuju.} }