@phdthesis{digilib49069, title = {MAKNA AL-JAHL DALAM AL-QUR?AN (Pembacaan melalui Metodologi Semantik Toshihiko Izutsu) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Muhammad Ahyat Ajdal Umam NIM. 15530058 JURUSAN ILMU AL-QUR?AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2019}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 15530058 Muhammad Ahyat Ajdal Umam}, year = {2019}, note = {Pembimbing : Dr. Mahfudz Masduki, M.A.}, keywords = {Al-Jahl, Al-Qur?an, Semantik Izutsu.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49069/}, abstract = {Term jahl ini telah banyak disinggung bahkan sejak para mufassir di era klasik hingga saat ini. Berdasarkan pada kajian-kajian mufassir terdahulu itu dapat pula diambil kesimpulan dan dikelompokkan menjadi dua macam pandangan besar; yakni pandangan sebagian mufassir yang meletakkan jahl sebagai lawan dari ?ilm dan sebagian lainnya yang menjadikan {\d h}ilm sebagai lawan dari jahl itu sendiri. Tentu dari kedua pandangan tersebut sangat jarang sekali yang diperoleh melalui pendekatan semantik al-Qur?an, terkhusus dengan metode semantik yang diusung oleh Izutsu, padahal sebagian orang berpendapat bahwa metode semantik al-Qur?an yang disusun oleh Izutsu tersebut merupakan sebuah pendekatan yang dapat meminimalisir terjadinya bias ideologis. Dan juga dengan pertimbangan bahwa jahl merupakan salah satu kosakata yang memainkan peranan penting dalam al-Qur?an maka kajian ini diharapkan dapat meminimalisir bias ideologis tersebut dan dapat menghasilkan sesuatu yang bisa lebih diterima oleh setiap kalangan. Berdasarkan pada pemaparan di atas, penelitian ini akan mencoba menitikberatkan pada konseptual term jahl yang ada di dalam al-Qur?an dengan menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu. Pendekatan ini setidaknya terfokus pada tiga kajian, yaitu (1) makna dasar dan makna relasional (2) sinkronik dan diakronik dengan telaah pada tiap-tiap periodenya (3) weltanschauung yang mengarah pada pandangan dunia pengguna bahasa tersebut. Adapun sumber primer yang digunakan adalah al-Qur?an itu sendiri beserta kitab-kitab tafsir, kamus-kamus, skripsi dan hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai sumber sekunder guna menunjang kelengkapan penelitian berbasis pustaka (library reseach) ini. Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa makna dasar kata jahl yaitu ?tidak tahu? yang berarti bahwa jahl merupakan lawan sepadan dari kata ?ilm. Sedangkan makna relasional kata jahl bisa sedikit bergeser ke makna majazi, itu artinya jahl bisa juga berarti ?pura-pura tidak tahu atau seolah-oleh tidak tahu?. Sudah barang tentu juga bahwa kata jahl tidak melulu bersifat tercela, disebabkan adanya beberapa konteks yang justru menampilkan sisi ?baik? dari kata jahl itu sendiri. Sedangkan secara sinkronik dan diakronik, kata jahl dapat ditemukan di beberapa syair-syair era pra-Quranik dan memang di antara syair tersebut menyebutkan kata jahl sebagai lawan dari ?ilm dan juga {\d h}ilm. Akan tetapi, kita tidak dapat menemukan kembali kata jahl dipasangkan dengan kata {\d h}ilm di dalam ayat-ayat al-Qur?an. Hal ini tentu dapat dijadikan alasan yang kuat untuk lebih memilih jahl sebagai lawan dari ?ilm dan bukan {\d h}ilm. Dan di antara keunikan fase Quranik lainnya adalah perubahan bentuk kata jahl menjadi j{\=a}hiliyyah, di mana kata tersebut dinilai belum pernah ditemukan secara khusus di masa pra-Quranik, terlebih dengan disandingkannya kata j{\=a}hiliyyah dengan {\=U}la yang memeberikan isyarat ke masa pasca-Quranik bahwa akan ada j{\=a}hiliyyah {\.s}{\=a}niyah, {\.s}{\=a}li{\.s}ah dan seterusnya yang menunjukkan bahwa j{\=a}hiliyyah akan terus dapat ditemukan bahkan hingga saat ini} }