@phdthesis{digilib49085, title = {ANALISIS KAIDAH TAKHSIS TERHADAP PENAFSIRAN AYAT-AYAT PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM TAFSIR AL-MISHBAH DAN AL-AZHAR}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 15531014 Mutaqin Alzamzami}, year = {2019}, note = {Pembimbing : Muhammad Hidayat Noor, S.Ag., M.Ag.,}, keywords = {Kaidah Takh{\d s}{\=i}{\d s}, Ayat-ayat Penikahan Beda Agama, Penafsiran.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49085/}, abstract = {Dalam konteks Indonesia, banyak yang tak merekomendasikan nikah beda agama, bukan karena status hukum fikihnya masih diperselisihkan para ulama, melainkan karena nikah beda agama mengandung potensi konflik dan ketegangan yang tak perlu dalam rumah tangga. Menurut M. Quraish Shihab, hampir semua orang yang menikah beda agama dan budaya (agama apa pun yang dianutnya) pada saat anak-anaknya lahir dan dewasa mengalami kebingungan yang luar biasa, sampai bisa mengalami semacam spilit personality. Sementara Buya Hamka mengatakan dalam tafsirnya, jika perkawinan itu benar terjadi maka akan terjadi hubungan yang kacau dalam rumah tangga, apalagi telah memiliki keturunan. Meskipun demikian, terdapat dua ayat yang secara eksplisit menyinggung akan larangan dan kebobolehan pernikahan antara muslim dan non-muslim, sebagaimana yang dinyatakan dalam Q.{\d S}. al-Baqarah [2]: 221 dan al-Ma{\ensuremath{>}}?idah [5]: 5. Dalam penelitian ini, penulis mengambil penafsiran dari mufassir indonesia yaitu M. Quraish Shihab dan Buya Hamka. Dalam menafsirkan Q.{\d S}. al-Baqarah [2]: 221 dan al-Ma{\ensuremath{>}}?idah [5]: 5, keduanya sama-sama tidak langsung mengatakan bahwa hal tersebut dilarang atau diperbolehkan. Melainkan dengan memberikan catatan khusus bagi seorang muslim yang dibolehkan dan yang diharamkan melangsungkan pernikahan dengan wanita Ahl al-Kit{\=a}b. Jenis peneltitian dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian pustaka (library research). Penelitian ini menggunakan pendekatan U{\d s}{\=u}l al-Fiqh, yaitu kaidah takh{\d s}{\=i}{\d s}. kaidah takh{\d s}{\=i}{\d s} sendiri ialah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup laf{\d z} ?{\=a}mm. Dari hasil kajian ini, kaidah takh{\d s}{\=i}{\d s} yang dapat diterapkan berupa al-Qur?an dengan al-Qur?an dan al-Qur?an dengan hadis. Kajian ini juga mempertimbangkan konsep ma{\d s}la{\d h}ah. Dengan rincian sebagaimana berikut, Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5 men-takh{\d s}{\=i}{\d s} Q.{\d S}. al-Baqarah [2]: 221, mukha{\d s}{\d s}i{\d s} mutta{\d s}il dalam Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5, hadis men-takh{\d s}{\=i}{\d s} Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5, dan teori ma{\d s}la{\d h}ah sebagai i?tibar atas boleh tidaknya pernikahan beda agama. Hasil kajian ini menemukan, bahwa kaidah takh{\d s}{\=i}{\d s} dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama: Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5 men-takh{\d s}{\=i}{\d s} Q.{\d S}. al-Baqarah [2]: 221, pada bagian ini larangan pernikahan dengan musysrik (non-muslim) tidak untuk Ahl al-Kit{\=a}b. Kedua: Mukha{\d s}{\d s}i{\d s} mutta{\d s}il dalam Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5, dalam ayat tersebut terdapat kata min qablikum, apabila mengambil pendapat, bahwa Ahl al-Kit{\=a}b hanya dituju kepada keturunan Isra?il, maka pernikahan dengan Ahl al-Kit{\=a}b di masa sekarang sudah diharamkan. Ketiga: Hadis men-takh{\d s}{\=i}{\d s} Q.{\d S}. al-M{\=a}?idah [5]: 5, dalam bagian ini, kebolehan pernikahan dengan Ahl al-Kit{\=a}b juga terlarang. Keempat: Teori ma{\d s}la{\d h}ah sebagai i?tibar atas boleh tidaknya pernikahan beda agama, setelah dipertimbangkan, pernikahan dengan Ahl al-Kit{\=a}b dilarang karena dapat menimbulkan mu{\d d}arah terhadap al-maq{\=a}{\d s}id al-syar?{\=i}yyah.} }