@phdthesis{digilib49089, title = {KONSTRUKSI TAFSIR BUGIS (STUDI KOMPARATIF TENTANG SURAH AL-F{\=A}TI{\d H}AH ANTARA KITAB TAREJUMANNA NENNIYA TAFES{\'E}R{\'E}?NA DAN TAFES{\'E}R{\'E}? AKORANG MABBASA OGI)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM:15531001 Ahmad Ramzy Amiruddin}, year = {2019}, note = {Pembimbing : Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag.}, keywords = {Konstruksi tafsir bugis}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49089/}, abstract = {Salah satu produk tafsir lokal yang menarik dan unik untuk dikaji, ialah tafsir Bugis. Sebab, kehadirannya tidak hanya sebatas menjawab problem bahasa yang kerap dieluh-eluhkan masyarakat karena tidak paham akan bahasa Arab, tetapi juga mengandung nuansa identitas kultural Bugis dan sebagai bentuk perawatan terhadap budaya. Di antara beberapa tafsir Bugis, yaitu Tarejumanna Nenniya Tafes{\'e}r{\'e}?na (1980-1990) karya KH. Daud Ismail dan Tafes{\'e}r{\'e}? Akorang Mabbasa Ogi (1988-1996) karya MUI Sulawesi Selatan yang dikaji oleh penulis. Alasan pemilihan kedua tafsir Bugis tersebut untuk dikaji adalah: Pertama, keduanya merupakan kitab tafsir Bugis 30 juz. Kedua, penulis dari kedua kitab Bugis tersebut pernah belajar pada guru yang sama, yaitu KH. Muhammad As?ad. Ketiga, sama-sama merujuk kitab tafs{\=i}r al-Mar{\=a}g{\=i}. Keempat, kitab Tarejumanna Nenniya Tafes{\'e}r{\'e}?na dikerjakan secara individu dan kitab Tafes{\'e}r{\'e}? Akorang Mabbasa Ogi dikerjakan secara semi-kolektif. Ragam terjemah/tafsir memiliki unsurnya masing-masing, begitupun dengan tafsir Bugis. Oleh karenanya, dalam penelitian ini akan mempertanyakan bagaimana konstruksi yang terdapat dalam tafsir Bugis yang berfokus pada surah al-F{\=a}ti{\d h}ah dengan pertimbangan bahwa di dalamnya terdapat seluruh maq{\=a}{\d s}id al-Qur?{\=a}n Metode yang digunakan, yaitu analisis-komparatif (comparative research/al-ba{\d h}{\d s} al-muq{\=a}rin). Adapun komponen yang akan dibandingkan adalah penyajian tafsir, metode, dan konten dalam kedua kitab tafsir Bugis pada surah al- F{\=a}ti{\d h}ah. Riset ini menyimpulkan: Pertama, secara umum konstruksi metodologis tafsir Bugis mencerminkan model tart{\=i}b mus{\d h}afi dengan dua bentuk metode, yaitu (1) ta{\d h}lili-global pada kitab Tarejumanna Nenniya Tafes{\'e}r{\'e}?na, (2) ijm{\=a}li pada kitab Tafes{\'e}r{\'e}? Akorang Mabbasa Ogi. Kedua, dari sisi konten keduanya memiliki persamaan pada (1) pembahasan terkait basmalah, khususnya yang menyangkut status basmalah; (2) penafsiran ayat kedua, bahwa sudah sepatutnya seorang hamba bersyukur kepada Allah; (3) penafsiran ayat ketiga, bahwa nikmat Allah tidak bisa dihitung dan tidak akan habis; (4) penafsiran ayat kelima, bahwa tidak ada yang patut disembah dan dimintai pertolongan kecuali Allah; (5) penafsiran ayat ketujuh, bahwa golongan yang diberikan nikmat oleh Allah ialah Nabi dan orang shaleh. Persamaan tersebut salah satunya disebabkan karena keduanya merujuk kitab tafs{\=i}r al-Mar{\=a}g{\=i}. Sedangkan perbedaannya terletak pada (1) pembahasan surah al-F{\=a}ti{\d h}ah, yang hanya terdapat dalam kitab Tafes{\'e}r{\'e}? Akorang Mabbasa Ogi; (2) pada penafsiran ayat kedua, bahwa KH. Daud Ismail membedakan pengertian ?al-Ra{\d h}m{\=a}n? dan ?al-Ra{\d h}{\=i}m?, beda halnya dengan MUI Sulsel yang tampak tidak membedakannya; (3) pada penafsiran ayat keempat, KH. Daud Ismail menerima dua pengertian dari akar kata ?malaka?, yaitu ?Yang Memiliki (m{\=a}liki)? dan ?Yang Merajai (maliki)?, sedangkan MUI Sulsel hanya menerima makna ?Yang Memiliki (m{\=a}liki)?; (4) pada penafsiran ayat keenam, KH. Daud Ismail memaknai hidayah ke dalam empat macam (al-Ilh{\=a}m, al- {\d H}aww{\=a}s, hidayah al-?Aql, hidayah al-D{\=i}n), sedangkan MUI Sulsel memaknainya sebagai petunjuk pada jalan agama Islam. Perbedaan tersebut setidaknya disebabkan dua faktor: Pertama, perbedaan latar belakang keilmuan mufassir. Kedua, audien yang dihadapi/tempat kitab itu lahir.} }