@mastersthesis{digilib50005, month = {January}, title = {SAKRALITAS TEMPAT IBADAH (KONSEP AL-QUR?AN TENTANG TEMPAT IBADAH DI MASYARAKAT PLURAL DALAM Q.S AL-HAJJ [22]: 40)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 19205032063 M. Marovida Aziz}, year = {2022}, note = {Pembimbing: Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A.}, keywords = {Sakralitas Tempat Ibadah, Ma?na Cum Maghza, QS. Al-Hajj [22]: 40}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50005/}, abstract = {Sejauh ini, riset tentang tempat ibadah hanya seputar pemakmuran, pengelolaan, dan tentang larangan-larangan untuk sarana politik, padahal kasus perusakan tempat ibadah dengan berbagai cara, setiap dekade cukup dibilang kasusnya tidak sedikit. QS. Al-Hajj [22]: 40, menjelaskan bahwa Allah menghalangi terjadinya perusakan tempat-tempat ibadah dengan menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, dengan cara mengizinkan perang. Padahal apabila diteliti lebih mendalam dengan menggunakan analisis ma?na cum maghza akan mendapatkan perkembangan makna dari ayat ini. Berangkat dari kegelisahan dan problem tersebut, tulisan ini fokus pada 2 rumusan masalah yang diajukan. Pertama, bagaimana larangan Al-Qur?an terhadap perusakan tempat ibadah dalam QS. Al-Hajj [22]: 40 Kedua, bagaimana signifikansi makna QS. Al-Hajj [22]: 40 tentang larangan merusak tempat ibadah dalam perspektif ma?na cum maghza di masyarakat plural. Penilitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), dengan model penafsiran ayat. Adapun metode yang dipakai dalam riset ini dengan memakai metode deskriptif-analitis, yaitu mendiskripsikan secara umum penjelasan tentang sakralitas tempat ibadah, mendeskripsikan penafsiran-penafsiran QS. Al-Hajj [22]: 40, dan dilanjutkan dengan menganalisis QS. Al-Hajj [22]: 40 dengan menggunakan teori ma?na cum maghza. Hasil penelitian ini yang pertama terkait larangan al-Qur?an terhadap perusakan tempat ibadah bahwa Allah tidak mengehendaki dirusaknya tempat-tempat ibadah, sehingga Allah menolak keganasan mereka dengan diizinkan berperang, sebab itu satu-satunya jalan untuk menolaknya. Kedua, penafsiran dengan menggunakan ma?na cum maghza pada QS. Al-Hajj [22]: 40 menghasilkan signifikansi historis ayat, yakni secara implisit menginformasikan larangan untuk tidak melakukan tindakan penindasan, penganiayaan, serta pengusiran, dan juga mengintruksikan terkait toleransi dan kebebasan beragama. Adapun signifikansi dinamisnya, kata daf?un yang disandingan dengan kata al-nas ba?dlahum biba?dlin memiliki makna menghilangkan sesuatu yang buruk, menghilangkan keburukan konteks sekarang tidak dengan cara berperang karena sudah tidak relevan. Adanya huruf syarat laula yang berfaidah imtina?iyah (terhalang), menjadi penguat larangan merusak tempat ibadah, baik fisik atau nonfisik. Jika dicermati lebih seksama, pemasangan beberapa macam nama tempat ibadah, ini mengindikasikan bentuk upaya dari basis toleransi di masyarakat plural.} }