%0 Thesis %9 Masters %A Siti RobikahSiti Robikah, NIM.: 18205010017 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2020 %F digilib:50536 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Kepemimpinan Perempuan, Tafsir Maqashidi, Maslahah, Capable, Acceptable %P 149 %T REKONSTRUKSI KONSEP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM QS. AN-NISA[4]: 34 DAN QS. AN-NAML [27]: 23-44 PERSPEKTIF TAFSIR MAQASHIDI %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50536/ %X Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori tafsir maqashidi Abdul Mustaqim dalam merekonstruksi kepemimpinan perempuan. Problem kepemimpinan perempuan sampai saat ini masih menjadi perdebatan antara pendapat yang pro dan kontra. Hal ini disebabkan adanya ayat Al-Quran yang melandasi adanya pelarangan dan pembolehan kepemimpinan perempuan. Dalam QS. An-Nisa [4]: 34, secara tekstual dipahami sebagai ayat yang melarang perempuan memimpin baik di ruang domestik maupun publik. Namun hal ini bertentangan dengan adanya kisah Ratu Balqis dalam QS. An-Naml [27]: 23-44 yang secara tekstual menjelaskan keberhasilan seorang perempuan dalam memimpin kerajaannya. Maka dari itu penelitian ini akan mencoba memberikan kebaharuan dalam memahami ayat yang kontradiktif agar dapat dipahami secara universal dan menemukan maksud dari adanya ayat-ayat yang kontradiktif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif berbasis pada kajian pustaka. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1). Bagaimana konsep kepemimpinan perempuan dalam QS. An-Nisa [4]: 34 dan QS. An-Naml [27]: 23-44 dalam perspektif tafsir maqashidi? 2). Mengapa tafsir maqashidi dalam merekonstruksi konsep kepemimpinan perempuan dalam QS. An-Nisa [4]: 34 dan An-Naml [27]: 23-44 perlu dihadirkan?. 3). Bagaimana signifikansi tafsir maqashidi dalam konsep kepemimpinan perempuan dalam QS. An-Nisa [4]: 34 dan An-Naml [27]: 23-44 terhadap adanya relasi gender?. Untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut maka penulis menggunakan teori tafsir maqashidi sebagai metode untuk menafsirkan Al-Quran. Tafsir maqashidi yang diusung oleh Abdul Mustaqim adalah tafsir maqashidi berbasisi moderasi Islam yang mana ingin menjembatani antara tafsir yang tekstual dan tafsir yang liberal. Tafsir maqashidi mengenal tiga komponen penting dalam menemukan maksud sebuah ayat. Pertama yaitu analisis kebahasaan yang akan menemukan pemaknaan terkini dari sebuah ayat dengan melihat kata per kata dalam sebuah ayat. Kemudian dilanjutkan kedua yaitu analisis Ulum Al-Quran yang nantinya akan ditemukan pemaknaan hermeneutis sebuah ayat dan yang terakhir yaitu analisis maslahah yang akan menemukan maksud dan maslahah dari sebuah ayat. Dalam analisis maslahah, penulis membagi ke dalam dua bagian yaitu maslahah secara konteks dan maslahah dalam moderasi Islam. Hal ini dimaksudkan agar pemaknaan sebuah ayat tidak hanya berhenti pada konteks saja namun juga menemukan maksud ayat secara moderat. Jika melihat dalam QS. An-Nisa [4]: 34, ayat ini menggunakan term al-rijāl dan al-nisa. Kedua term ini biasanya hanya dimaknai sebagai sosok laki-laki dan perempuan. Namun setelah melihat dari berbagai ayat yang menggunakan term tersebut, maka akan ditemukan pemaknaan bahwa term al-rijāl dan al-nisa adalah laki-laki dan perempuan dalam hal gender bukan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan term laki-laki dan perempuan yang menunjukkan makna secara jenis kelamin adalah term aż-żakar dan al-unṡa. Maka dari itu sebenarnya ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki bukanlah pemimpin perempuan secara mutlak, namun adanya ketersalingan antara keduanya. Tidak hanya itu, kelebihan laki-laki dibanding dengan seorang perempuan bersifat kontekstual bukan normatif karena perempuan di era sekarang ini sebanding dengan perempuan dalam berbagai hal. Dari pemaknaan ayat domestik ini kemudian direlasikan dengan ayat yang bersifat publik bagi perempuan. Dalam QS. An-Naml [27]: 23-44 menunjukkan adanya keberhasilan seorang perempuan dalam memimpin sebuah kerajaan. Jika melihat kisah Ratu Balqis secara keseluruhan, maka akan ditemukan sebuah maksud ayat bahwa kisah ini tidak hanya menjelaskan keberhasilan seorang perempuan dalam memimpin namun juga seorang laki-laki. Hal ini ditunjukkan oleh sosok Nabi Sulaiman yang juga berhasil dalam memimpin kerajaannya. Keberhasilan keduanya dipengaruhi oleh adanya dua faktor yaitu adanya dukungan secara capable dan acceptable. Yang dimaksud capable adalah kemampuan dari orang itu sendiri sedangkan acceptable adalah dukungan masyarakat, keluarga maupun dukungan secara politik. Maka dari itu, sebenarnya dua surah ini menjelaskan adanya ketersalingan dalam sebuah keluarga adalah kunci keberhasilan dalam sebuah kepemimpinan. %Z Pembimbing: Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag, M.Ag