@article{digilib507, month = {July}, title = {PEMIKIRAN DALAM BIDANG TASAWWUF}, author = { SIMUH}, publisher = {Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, year = {2008}, journal = {/Jurnal/Al-Jamiah/Al-Jamiah No. 57 th. 1994/}, keywords = {Pemikiran, Tasawuf}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/507/}, abstract = {bDalam buku iAl-Tashawwuf Fi al-Syiri al-Arabi/i bagian pendahuluan diterangkan sebagai berikut: Tasawwuf merupakan pengembaraan pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Dia muncul dalam kaitan upaya akal manusia untuk memahami hakekat segala sesuatu, dan untuk menikmati pengalaman makrifat pada Allah. aspek pertama dari kegiatan itu adalah segi falsafidaripada tasawwuf, adapun yang kedua adalah aspek keagamaan (praktis). Kegiatan pertama merupakan renunganpemikiran, sedang yang kedua segi amaliah. Dan segi amaliah (yang bersifat praktis) muncul mendahului segi yang kedua. Maka setiap sufi selalu mulai upayanya dengan (ketekunan) laku riyalat dan mujahadah, bukannya dengan renungan pemikiran; oleh karena itu kalbu (hati) lebih penting bagi para sufi daripada akal. bahkan kalbu bagi para sufi adalah segalanya, dan mereka jadikannya sebagai singgasana. Kutipan dia atas menunjukkan bahwa tasawwuf mengandung pemikiran filsafat pula. Lalu apa bedanya pemikiran filsafat dalam tasawwuf dengan ilmu filsafat? Filsafat adalah pemikiran secara murni. Tujuannya berusaha memahami segala sesuatu secara ilmiah. jadi iakal/i yang nomor wahid. hal ini berbeda dengan tasawwuf. Karena tasawwuf bukan pemikiran murni seperti halnya filsafat. Akan tetapi setengah filsafat dan setengah agama atau kepercayaan. Atau dengan kata lain, tasawwuf adalah kepercayaan yang difilsafati. Jadi persis seperti tercermin dalam judul buku Ibrahi Hilal yang berbunyi iAl-Tashawwuf al-Islami Bain al-Din wa al-Falsafah/i. Jadi merupakan filsafat keagamaan, bukan filsafat murni. Tujuannya bukan pemahaman secara ilmiah, akan tetapi rindu untuk mencari pengalaman bertemu muka dengan Tuhan secara langsung dan berasyiq-masyuq dengan Dia(an yatamattaa bi l-wushuli ilallah).} }