%0 Thesis
%9 Masters
%A M. Abdurrahman Wahid, NIM.: 1520511020
%B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
%D 2019
%F digilib:51841
%I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
%K Tafsir al-Qur’an al-Madjid an-Nur, Perempuan, Gender
%P 149
%T KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM TAFSIR AL-QUR’AN AL-MADJID AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY
%U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51841/
%X Dalam Islam, kepemimpinan merupakan amanah yang melekat pada diri  setiap muslim. Hadis Nabi yang menyatakan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan  akan dimintakan pertanggungjawaban dari kepemimpinannya”, merupakan  justifikasi atas adanya amanah itu. Hanya, persoalan kepemimpinan di tengah  umat Islam menjadi persoalan pelik dan tak pernah tuntas diperdebatkan ketika  melihat kepemimpinan dalam aspek yang lebih luas, terutama kaitannya dengan  kepemimpinan perempuan pada wilayah publik, khususnya kepemimpinan politik.  Apabila masa awal perkembangan pemikiran Islam, perdebatannya seputar  kelayakan pemimpin antara kaum Muhajirin Makkah atau kaum Anshar Madinah,  maka di abad modern perdebatannya berkisar pada layak tidaknya perempuan  sebagai pemimpin pada ranah pulik dalam perspektif agama.  Penelitian ini adalah penelitian pustaka. Pengumpulan data dilakukan  dengan cara menelusuri sumber-sumber yang berhubungan dengan pembahasan  kepemimpinan perempuan, perempuan dalam tafsir al-Qur’an, perempuan dalam  Islam, gender, epistimologi, dan data lainnya yang berkenaan dengan penelitian  ini. Penelitian ini menjadikan kitab tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur karya Hasbi  ash-Shiddieqy ini sebagai data primernya. Sementara itu, data sekundernya  diambil dari kitab-kitab, buku, jurnal, dan tulisan lainnya yang berkaitan. Proses  analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pembacaan dan  pengkajian data premier dengan menggunakan metode analitis eksplanatif yang  kemudian pemahaman yang diperoleh disampaikan. Pendekatan yang digunakan  penelitian ini adalah pendekatan gender sebagai alat analisisnya.  Temuan penelitian ini, Hasbi tidak sependapat apabila perempuan menjadi  pemimpin, karena baginya laki-lakilah yang berhak menjadi pemimpin bagi  perempuan, laki-lakilah yang diberi tugas untuk melindung kaum perempuan.  Itulah sebabnya, peperangan hanya diwajibkan kepada laki-laki, tidak kepada  kaum perempuan. Inilah yang menjadi dasar, mengapa kaum laki-laki  memperoleh bagian yang lebih banyak dalam harta warisan. Dalam konteks  kepemimpinan dalam ranah domestik pun yang pantas menempati posisi sebagai  pemimpin rumah tangga menurut Hasbi adalah laki-laki (suami), sedangkan istri  mengikuti pemimpinnya. Penyerahan kepemimpinan keluarga kepada laki-laki  sebagai pemimpin rumah tangga dianggap ideal, karena penyerahan tersebut  berangkat dari pertimbangan yang mengacu kepada perbedaan potensi jasmani  dan psikologi yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Namun yang perlu menjadi  catatan adalah kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam lingkup rumah  tangga tidak boleh bersifat otoriter. Allah memperingatkan dengan kekuasan dan  kebesaran-Nya supaya tidak menzalimi istri. Allah akan memberikan siksanya  kepada suami yang berlaku kurang baik terhadap istrinya. Kepemimpinan dalam  institusi keluarga merupakan kepemimpinan yang berdasarkan musyawarah,  bukan berdasarkan kesewenang-wenangan. Dengan demikian, sikap suami  terhadap istri bukan menguasai atau mendominasi melainkan mendukung dan  mengayomi.
%Z Pembimbing: Dr. H. Ahmad Baidowi, M. Si.