@phdthesis{digilib5203, month = {January}, title = {STATUS DAN FUNGSI WANITA (KAJIAN ATAS BUKU SARINAH)}, school = {UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, author = { MAHIDE HAYSHAL - NIM. 88510012 }, year = {2011}, note = {Pembimbing: 1. Drs.H. Muzairi, M.A. 2. Dra. Sekar Ayu Aryani, M.A.}, keywords = {Wanita }, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5203/}, abstract = { ABSTRAK Pertentangan antara perempuan dan laki-laki merupakan realitas yang menyertai sejarah kehidupan manusia, baik dalam masyarakat yang struktur sosialnya masih sederhana dan belum mengenal peradaban, maupun masyarakat yang struktur sosialnya kompleks dan berteknologi tinggi. Substansi pertentangan itu adalah kedudukan dan fungsi dari keduanya (Perempuan dan laki-laki) yang timpang dan tidak memenuhi rasa keadilan dalam kehidupan. Realitas yang menunjukkan adanya pertentangan tersebut, kemudian mendapat gugatan dari berbagai kalangan yang pada akhirnya melahirkan cara pandang tertentu yang lebih dikenal dengan istilah feminisme. Dalam wacana ilmu, feminisme mengalami pekembangan dan terbagi dua kelompok aliran berdasarkan kategori ilmu social. Yang pertama, alira status quo atau aliran fungsional. Feminisme yang menganut aliran ini adalah feminisme yang tergolong kedalam aliran ini meliputi: feminisme radikal, feminisme maxis, feminisme sosialis, feminisme eksistensialis dan feminisme psikoanalisis. Esensi feminisme aliran kedua atau aliran konplik merupakan perspektif yang bereaksi terhadap perspektif yang pertama dan selalu dilakukan oleh kalangan revormis. Pandangan Sukarno tentang perempuan pada umumnya tergolong kedalam perspektif konplik. Namun pandangan Sukarno berbeda dengan aliran-aliran yang telah ada dalam perspektif konplik selama ini, termasuk perspektif feminisme sosialis. Dalam perspektif feminisme sosialis, system kapitalis bukan satu-satunya penyebab utama keterbelakangan perempuan, sebab realitas masyarakat sosialispun tidak dapat melepaskan diri dari belenggu patriarchi. Sedangkan Sukarno memandang bahwa hanya masyarakat sosialis satu-satunya system yang dapat melepaskan ketergantungan perempuan terhadap laki-laki. Sepintas terkesan bahwa pemikiran Sukarno tentang perempuan bersifat apologis, namun secara khusus memiliki kerangka sistematis berupa counter terhadap situasi sosial perempuan yang direndahkan dengan landasan teori hasil penelitian beberapa ilmuan. Ciri yang paling menonjol dari pemikiran Sukarno tentang perempuan, terutama status dan fungsi perempuan adalah pertama, pemikiran Sukarno cenderung memihak pada kalangan bawah atau mengangkat realitas masyarakat bawah sebagai obyek pemikiran. Yang kedua, pemikiran Sukarno cenderung melakukan sintesa antara pemikiran pada umumnya dengan doktrin agama. Contoh pemikiran sintesis itu adalah pandangannya tentang kodrat perempuan yang bersifat esensial namun bukan prasyarat untuk membedakan kedudukan antara perempuan dan laki-laki dalam segala hal di tengah kehidupan. div } }