TY - THES N1 - Pembimbing: Prof. Noorhaidi Hasan, M.A., M.Phil., Ph.D. ID - digilib52263 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52263/ A1 - Mr. Faisol Mamang, NIM.: 1420311041 Y1 - 2017/01/30/ N2 - Penelitian ini bertujuan untuk menjawabkan persoalan minority group di Asia Tenggara masih menjadi masalah besar sejak dibentuk nation-state sehubungan dengan perubahan kultur, sosial, ekonomi, politik dalam globalisasi. Minoritas Malay-Muslim di Patani atau Thailand Selatan misalnya, hingga kini masih terus bergejolak konflik etnopolitik (ethnopolitical conflict) yang menuntut kemerdekaan yang disebabkan karena ketidakadilan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia sehingga menimbulkan konflik dan kekerasan yang berkelanjutan. Fenomena bangkitnya identitas nasional menjadi faktor penting yang berbasis pada etnis dan agama. Perbedaan itu diperkuatkan dengan identitas minoritas versus mayoritas dengan pemerintah pusat sebagai sentralistik kekuasaan. Sejak negara nasional Thailand diproklamirkannya kemerdekaan itu, pasca revolusi Siam sehingga era transisi pemerintahan dengan sistem demokrasi monarki konstitusi, masyarakat Malay-Muslim di Patani yang merasa berbeda agama, etnis, dan klaim historis atas tanah menganggap bahwa pemerintah pusat tersebut adalah ?semacam kolonial? yang sedang menawarkan perubahan atau modernisasi dengan identitas tunggal, yaitu identitas nasional Thailand (Thai-ization atau Siamisasi) yang berbeda dan menggerus identitas kultural yang mereka miliki. Perbedaan kepentingan politik antara nasional dan lokal dan identitas ini mendorong masyarakat minoritas itu melakukan pemberontakan melalui konflik dan bahkan kekerasan dengan revolusi bersenjata untuk pembebasan. Gerakan dengan menuntut merdeka wilayah tersebut sebagai ?gerakan nasionalis (nationalist movements)?, yaitu suatu gerakan oleh kelompok minoritas atas dasar identitas politik berdasar kultural dan klaim kewilayahan tertentu atas pemerintah pusat karena merasa ditindas oleh kelompok mayoritas. Jika aspirasi itu tidak bisa dicari titik temu maka kekerasan adalah salah satu konsekuensinya, kemudian hak pertuanan menjadi legitimasi politik. Beberapa dekade kebelakangi ini munculnya kelompok baru social movement yang berbentuk Civil Society yang mengambil jarak dengan jalur kekerasan angkatan bersenjata oleh aparatur pemerintah maupun gerakan nasionalis untuk pembebasan dengan sikap secara netralitas sebagai active citizen warga aktif menuntui hak-politik. Perbedaannya, jika gerakan nasionalis menggunakan garis politik dan jika perlu dengan senjata dan kekerasan maka kelompok baru ini cenderung menggunakan perebutan public sphere, peran organisasi masyarakat seperti Patani-Malay Civil Society Network for Peace sebagai kampanye untuk meningkatkan kesadaran sosial politik terhadap penderitaan masyarakat di zona konflik akibat kematian bersifat perang asimetris antara pemerintah Thailand dan gerakan BRN sebagai konfrontasi ideologi nasionalisme Siam-Thai dengan ideologi nasionalisme Melayu- Patani. Proses perdamaian untuk perubahan sosial politik di Patani tidak terlepas dari peran aktor-aktor baik Civil Society Organizations (CSOs), kultural masyarakat Patani dan tokoh masyarakat lokal maupun elit politk yang berada di pusat kekuasaan. Dengan modal-modal yang mereka memiliki mampu membawa perubahan yang singnifikan dengan bekerjasamanya ketiga aktor itu dalam membangun perdamaian di Patani yang hakiki. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - Nation-State KW - Minoritas KW - Konflik KW - Etnopolitik KW - Civil Society KW - Damai KW - Thailand KW - Patani. M1 - masters TI - PERAN CIVIL SOCIETY ORGANIZATIONS DALAM PROSES PERDAMAIAN DI PATANI AV - restricted EP - 424 ER -