TY - THES N1 - Pembimbing: 1. Drs. Abdul Halim, M.Hum. 2. Sri Wahyuni, S.Ag., M.Ag., M.Hum ID - digilib5254 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5254/ A1 - MOHAMMAD JURI - NIM. 06360012, Y1 - 2011/01/14/ N2 - Studi kasus hukum tentang akad nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan khususnya di Indonesia merupakan kasus hukum yang menuntut segera dilakukan penelitian atau kajian agar status hukumnya jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan bagi warga Negara Indonesia yang beragama Islam karena kasus tersebut dalam kajian kitab fiqh di-ikhtilaf-kan (kontroversi) para ulama sehingga UUP dan KHI yang materi dasarnya mengambil dari ketentuan kitab figh mengalami banyak persoalan. Penelitian atau kajian terhadap kasus hukum akad nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan hadir di hadapan pembaca dengan tiga komparasi yakni perspektif Mazhab Sunni, UUP dan KHI. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan usul fiqh dan pendekatan yuridis. Teori yang digunakan adalah teori qawaid lugawiyyah yang fokus utamanya terhadap teori turuqu dilalatil lafzi ala muradil mutakallim yang dikembangkan oleh Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i. Teori tersebut diperkaya dengan teori ta'arudul adillah dan teori heirarki perundang-undangan di Indonesia agar memenuhi kajian yang bersifat integrated dan interkoneksi. Pandangan Mazhab Sunni tentang kasus hukum akad nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan adalah kontroversi. Komunitas Sunni yang pertama yakni Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki menurut riwayat dari Ibn Qasim berpandangan bahwa akad nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan adalah sah. Seorang perempuan memiliki hak untuk melaksanakan akad nikah dirinya sendiri atau wanita lain. Sedang menurut komunitas Sunni yang kedua yakni Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki menurut riwayat dari Asyhab dan Mazhab Hanbali bahwa akad nikah hanya dapat dilaksanakan oleh wali. Seorang perempuan tidak memiliki hak untuk melaksanakan akad nikah dirinya sendiri apalagi terhadap wanita lain. Dengan demikian, pandangan Mazhab Sunni baik yang tergolong komunitas Sunni yang pertama maupun yang tergolong komunitas Sunni yang kedua, secara metodologis adalah benar. Sehingga pemberlakuannya diserahkan pada tradisi lokal yang berkembang. Dengan kata lain, kitab fiqh merupakan kumpulan hukum internasial UUP melalui pasal 2 ayat (1) mengikuti atau menganut Mazhab Sunni yang telah dikodifikasikan dalam berbagai kitab fiqh tentang status hukum akad nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan. Jika pandangan Mazhab Sunni kontroversi maka UUP mengakomodir semua pendapat itu. Kontroversi yang terjadi pada Mazhab Sunni dilegitimati sebagai pandangan yang akan mendatangkan mashlahah dan nilai keadilan kepada warga muslim di Indonesia warga Indonesia yang terdiri dari aneka suku dan etnis. Pandangan KHI melalui pasal 1 poin (c), pasal 19, pasal 27 dan pasal 28 adalah sama dengan pandangan komunitas Sunni yang kedua. Komunitas Sunni yang kedua dan KHI memberikan hak mutlak pada wali untuk melaksanakan akad nikah kepada seorang calon mempelai perempuannya. Seorang perempuan tidak dibenarkan melaksanakan akad nikah dirinya sendiri atau perempuan lain. Sehingga KHI sebagai fiqh Indonesia perlu direvisi sebagian pasalnya, utamanya yang menyangkut hak perempuan untuk melaksanakan akad nikah dirinya sendiri. PB - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta KW - akad nikah dilaksanakan perempuan KW - Mazhab Sunni KW - UUP dan KHI M1 - skripsi TI - STATUS HUKUM PERKAWINAN YANG DILANGSUNGKAN TANPA WALI (STUDI KOMPARATIF ANTARA PANDANGAN MAZHAB SUNNI, UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM) AV - restricted ER -