TY - THES N1 - Pembimbing: Shohibul Adhkar, M.H. ID - digilib53743 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/53743/ A1 - Hazim Hanini, NIM.: 17103060061 Y1 - 2022/06/22/ N2 - Sudah seharusnya bagi seorang muslim untuk selalu berpegang pada ketentuan-ketentuan yang Allah tetapkan baik dalam al-Qur?an maupun Hadis Nabi. Namun demikian tidak jarang dalam merujuk pada ketentuan Allah dalam berbagai persoalan ditemukan perbedaaan antara ulama yang satu dengan yang lain. Diantaranya adalah mengenai persoalan hukum beserta ketentuan memakai jilbab menurut Al-Asymawi dan Syaikh Utsaimin. Al-Asymawi berpandangan bahwa untuk saat ini hukum memakai jilbab tidaklah wajib, sedangkan Syaikh Utsaimin berpandangan sebaliknya, bahkan disertai ketentuan menutup wajah. Kedua pendapat tersebut telah popular di masyarakat dengan perbedaan yang cukup signifikan. Penelian ini menjadi penting untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana perbedaan ini bisa terjadi, apa metode istinb?? hukum yang diterapkan, serta persamaan dan perbedaan keduanya. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Penyajian data dilakukan secara deskriptif komparatif dengan pendekatan u??l fiqh. Sumber data diperoleh dari berbagai literatur yang relevan dengan tema penelitian. Temuan data dianalisis berdasarkan teori ikhtil?fu f? fahmi al-na??i wa tafs?rihi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa hukum memakai jilbab menurut Al-Asymawi adalah al-w?jib al-mu?aqqat (wajib temporal). Hal ini berdasarkan pemahaman bahwa perintah memakai khim?r dalam surat al-N?r (24): 31 bertujuan membedakan perempuan mukminah dengan yang bukan, serta perintah mengulurkan jilbab dalam surat al-A?z?b (33): 59 bertujuan membedakan perempuan mukminah merdeka dengan perempuan budak agar terhindar dari kesalahpahaman. Perintah mengulurkan jilbab tersebut turun pada konteks dimana perempuan pada saat itu membuang hajat di padang pasir karena belum ada toilet di perumahan. Hal ini ini menyebabkan mereka diganggu oleh pria-pria nakal sebab disangka merupakan perempuan budak. Untuk saat ini dimana urgensi untuk membedakan tersebut sudah tidak ada maka kewajiban tersebut tidak lagi diberlakukan. Dalam hal ini Al-Asymawi menerapkan metode istinb?? hukum ta?lili. Adapun hukum memakai jilbab (termasuk menutup wajah) menurut Syaikh Utsaimin adalah al-w?jib al-mu?abbad (wajib permanen). Hal ini berdasar pada pemahaman redaksional atas perintah memakai khim?r dalam surat al-N?r (24): 31 serta perintah memakai jilbab dalam surat al-A?z?b (33): 59. Adapun ketentuan menutup wajah berdasarkan pemahaman bahwa wajah merupakan pusat kecantikan yang memiliki urgensi lebih besar untuk ditutup daripada rambut, leher, serta bagian dada. Syaikh Utsaimin juga menganalogikan persoalan ini dengan larangan menampakkan perhiasan dalam surat al-N?r (24): 31. Kesamaan mafsadah yang ditimbulkan dari terbukanya wajah dan perhiasan yakni fitnah laki-laki terhadap perempuan memberikan kesimpulan bahwa menutup wajah juga wajib hukumnya. Dalam hukum memakai jilbab Syaikh Utsaimin menerapkan metode istinb?? bayani. Dalam ketentuan menutup wajah menggunakan metode bayani dan ta?lili. Adapun perbedaan yang terjadi antara dua tokoh tersebut berada pada wilayah ikhtil?f, yakni pada teks yang berpredikat qa??iyyu al-?ub?t namun ?anniyyu al-dil?lah. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - Jilbab KW - Khimar KW - Ikhtilaf M1 - skripsi TI - HUKUM MEMAKAI JILBAB MENURUT MUHAMMAD SA?ID AL-ASYMAWI DAN MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN AV - restricted EP - 104 ER -