TY - THES N1 - Pembimbing: Dr. Lindra Darnela, S. Ag., M. Hum ID - digilib53889 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/53889/ A1 - Muhammad Barrunnawa, NIM.: 19203012052 Y1 - 2022/08/18/ N2 - Perjodohan merupakan hal yang wajar dan masih sering terjadi di masyarakat termasuk di kalangan keluarga pondok pesantren. Secara umum perjodohan di kalangan keluarga pesantren tidak jauh berbeda, yang mana anak mereka akan dinikahkan dengan calon mempelai yang juga memiliki kesamaan latar belakang keluarga. Salah satu keluarga pondok pesantren yang masih memraktikkan perjodohan adalah keluarga Pondok Pesantren Watucongol Magelang. Pernikahan di keluarga Pondok Pesantren Watucongol pada generasi-generasi awal dilakukan melalui jalur perjodohan, baik laki-laki maupun perempuan. Namun praktik pernikahan generasi keempat (saat ini) mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jika generasi-genarasi sebelumnya perjodohan diberlakukan terhadap seluruh anak, justru pada generasi keempat perjodohan hanya diberlakukan untuk anak laki-laki saja. Pernikahan anak perempuan pada generasi ini justru tidak melalui perjodohan, bahkan orang tua atau wali tidak ikut andil dalam memilih pasangannya. jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang dipaparkan merupakan data yang di dapat oleh peneliti dengan terjun langsung ke beberapa narasumber yaitu para kiai keluarga Pondok Pesantren Watucongol Magelang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan sosiologi Hukum Islam Hasil penelitian mengungkapkan bahwasanya perubahan praktik pernikahan keluarga Pondok Pesantren Watucongol tidak bersifat subtansif (fikih mutagayyirât) yang dapat merusak keabsahan pernikahan. Perubahan tersebut diantaranya, pertama, kriteria kesetaraan dari segi nasab bagi setiap anggota keluarga. Kedua, perjodohan hanya diberlakukan bagi anak laki-laki dan tidak diberlakukan kepada anak perempuan. Ketiga, proses perjodohan dengan melibatkan peran dari para calon mempelai. Faktor utama yang mempengaruhi terhadap perubahan praktik pernikahan pada generasi keempat adalah kepentingan dan tujuan kolektif di setiap anggota keluarga. Tujuan pernikahan pada generasi awal adalah untuk menjalin hubungan baik dengan keluarga kiai yang memiliki latar belakang ilmu agama yang sama. Sedangkan pada generasi keempat tujuan yang ingin dicapai cenderung lebih mementingkan keberlangsungan masing-masing pondok dibandingkan dengan menjalin hubungan kekerabatan dengan keluarga kiai. Perubahan tujuan pernikahan ini didasari atas transformasi pola dan bentuk pondok pesantren Watucongol. Pada generasi awal corak pondok pesantren Watucongol merupakan pondok tradisional yang mampu diasuh oleh satu anggota keluarga dan beberapa santri lama (ustad). Berbeda dengan generasi keempat yang memiliki pondok pesantren dengan berbagai macam kurikulum dan model di setiap anggota keluarga sehingga membutuhkan banyak pengasuh dan tenaga pengajar agar lebih maksimal dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - Fikih Sawabit KW - Pondok Pesantren Watucongol KW - Tradisi Pernikahan M1 - masters TI - PERUBAHAN TRADISI PERNIKAHAN DI KELUARGA PONDOK PESANTREN WATUCONGOL MAGELANG AV - restricted EP - 132 ER -