@phdthesis{digilib54292, title = {PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERSPEKTIF FIKIH HAQQUL MILKI (STUDI SISA WADUK KEDUNG OMBO SRAGEN JAWA TENGAH)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM.: 15370085 Jafar Sodik}, year = {2022}, note = {Pembimbing: Dr. Ahmad Yani Anshori, S.Ag., M.A}, keywords = {Penguasaan Negara, Kepentingan Umum, Ganti Rugi, Fikih Haqqul Milki}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54292/}, abstract = {Dalam pembangunan Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah masyarakat ikut serta menyerahkan tanahnya untuk kepentingan umum dan dikuasai oleh Negara, semua lahan yang terkena dampak pembangunan harus diganti sesuai dengan kerugian yang terkena, dalam pasal 8 UUPA telah menentukan bahwa: ? untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bangsa dari rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut dan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang?. namun ganti rugi masih belum bisa dirasakan selama 41 tahun di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah sampai sekarang ini. Dalam tulisan ini penulis akan menguraikan pembatasan penguasaan negara, ganti rugi yang belum dicapai sampai saat ini dan ? sudah layakkah pembangunan Waduk Kedung Ombo dilihat dari Perspektif Fikih Haqqul Milki membuat kemaslahatan atu malah membuat kemudaratan?. Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini deskriptif analitik, Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research). Penelitian ini dilakukan dengan cara terjun langsung ke lokasi untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam melakukan penyusunan penelitian ini, penyusun menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni observasi, wawancara, studi pustaka. Dalam penelitian ini, penulis menarik kesimpulan bahwa kasus Waduk Kedung Ombo yang pada intinya kepemilikan hak milik berpindah kepada Negara dan mengganti kerugian bangunan, tanaman, tempat tinggal dan ternak yang ada didalamnya yang dialami oleh masyarakat, dalam perlindungan terhadap harta berupa kepemilikan tanah menurut Fikih Haqqul Milki, dimana dalam membuat suatu peraturan atau kebijakan pemerintah harus didasarkan atas jaminan terhadap perlindungan hak hak rakyat di dalamnya agar dapat tercipta kemaslahatan bagi masyarakat. Belum ada musyawarah, dan artinya belum tercapai kesepakatan harga. Hal ini seharusnya menjadi contoh untuk pemerintah sebagai kepala Negara untuk mementingkan kemaslahatan bersama dan tidak ada yang dirugikan Negara dan masyarakat.} }