%A NIM.: 15360033 Fadlillah %O Pembimbing: Vita Fitria, S.Ag., M.Ag. %T HUKUM PENAMBAHAN KATA SAYYIDINA PADA SHALAWAT TASYAHUD AKHIR MENURUT FATWA MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA %X Salah satu hal yang sejak dahulu sampai saat ini menjadi perbedaan di kalangan umat Islam adalah penambahan kata sayyidinâ yang bisa diartikan sebagai tuan atau baginda dalam bershalawat kepada Nabi atau dalam menuturkan nama mulia beliau di luar shalawat. Dan ternyata ada perbedaan pemahaman hukum antar Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama terkait hal tersebut, yakin Muhammadiyah berpendapat bahwa menambah, mengurangi, dan mengubah bacaan salat termasuk larangan dalam agama. Bacaan-bacaan atau doa-doa dalam ibadah termasuk bacaan-bacaan yang sudah ditentukan agama, oleh sebab itu menambah kata sayyidinâ pun sebelum kata Muhammad dan Ibrahim termasuk yang tidak diperkenankan. Akan tetapi bacaan sayyidinâ di luar ibadah, di luar shalat dan doa tidak termasuk yang dilarang. Sedangkan Nahdlatul Ulama menambahkan kata tersebut sebelum mengucapkan nama sang nabi pada tasyahud akhir dalam shalat. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti dari sisi apa saja yang berbeda dari pandangan keduanya dan hal apa saja yang melatarbelakangi perbedaan pandangan keduanya tersebut terkait hukum penambahan kata sayyidinâ pada shalawat tasyahud akhir. Sehingga setelah selesai penelitian ini kita dapat memaparkan bagaimana pendapat terkait penambahan kata sayyidinâ pada shalawat tasyahud akhir menurut Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sifat penelitian ini ialah deskriptif analitis. Sementara jenis dari penelitiannya ialah library research atau penelitian kepustakaan, sedangkan teknis analisis data yang penulis gunakan ialah analisis komparatif dengan pendekatan ushul fikih. Dalam penelitian ini teori yang digunakan ialah Ta’āruḍ Al-Adillāh, karena adanya dua dalil yang bertentangan terhadap masalah yang sama diantara dalil yang dipakai dalam fatwa Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama pada penambahan kata sayyidinâ pada shalawat tasyahud akhir tersebut. Menurut Muhammadiyah, menambah, mengurangi, dan mengubah bacaan salat termasuk larangan dalam agama. Bacaan-bacaan atau doa-doa dalam ibadah termasuk bacaan-bacaan yang sudah ditentukan agama, oleh sebab itu menambah kata sayyidina pun di muka kata Muhammad dan Ibrahim termasuk yang tidak diperkenankan. Adapun menurut Nahdlatul Ulama, menambahkan kata “sayyidina” dalam shalawat yang dibaca ketika shalat tidaklah bermakna seperti menanjung Isa AS sebagai anak Allah. Menambahkan kata sayyiduna hanya bertujuan memuliakan beliau sebagai nabi dan teladan manusia. %K Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sayyidina, Shalawat Tasyahud Akhir. %D 2022 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib54457