%0 Book Section %A Noor Saif Muhammad Mussafi, - %B Al-Asma Al-Husna dalam Perspektif Sains dan Teknologi %C Yogyakarta %D 2022 %F digilib:56007 %I Q-MEDIA %K Al Muhsi, Ketakhinggaan, Kerapatan Bilangan %P 163-172 %T Al-Muhṣî Refleksi al-Muhṣî Ketakhinggaan dan Kerapatan Bilangan. %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56007/ %X Sekurang-kurangnya ada dua sebab kenapa manusia tidak dapat menghitung nikmat Allah swt., yaitu keterbatasan manusia itu sendiri dalam mengalkulasi (QS. Ibrâhîm [14]: 34) dan indikasi ketakhinggan nikmat tersebut. Telah banyak matematikawan yang membahas ketakhinggan dengan segala paradoksnya. Mengungkap fakta ketakhinggan juga tidak terlepas dari membahas eksistensi Allah swt., beserta kekuasaan-Nya. Dalam hal ini, kekuasaan-Nya tidak terbatas begitu pula jumlah nikmat yang diberikan-Nya pun tak terhingga. Di samping itu, rangkaian nikmat Allah swt., yang diterima seorang hamba antar satuan waktu menandakan sifat kerapatan nikmat-Nya. Para matematikawan telah berhasil membuktikan teori kerapatan bilangan dengan menunjukkan bahwa selalu ada bilangan lain di antara sebarang dua bilangan. Hal ini analog dengan sebuah premis bahwa di antara sebarang dua nikmat yang dikaruniakan Allah swt., kepada hamba-Nya, akan selalu ditemukan nikmat lainnya. Sebagai ilustrasi, Fulan mendapat karunia (1) bisa bangun pagi untuk menunaikan salat subuh dan (2) bisa menunaikan salat duha dua rakaat sebagai sedekah 360 persendiannya. Jika dicermati lebih lanjut, di antara kedua nikmat tersebut, Fulan juga mendapat nikmat lain yang boleh jadi lebih dari satu seperti nikmat mendengar kicauan burung yang sedang bertasbih memuji Allah swt., dan nikmat terpapar sinar matahari sebagai aktivator bagi kulit untuk memproduksi vitamin D. Dengan demikian, segala nikmat Allah swt., yang tak-hingga dan mengandung sifat kerapatan tersebut akan jauh lebih sempurna atau bermakna jika manusia mampu merefleksikannya dengan cara bersyukur dan memanfaatkannya untuk hidup sesuai dengan perintah-Nya serta menjaga keseimbangan alam ciptaan-Nya. Di samping itu, sifat al-Muhṣî juga mengisyaratkan kesempurnaan Allah swt., sebagai Zat yang Maha Menghitung atas semua amal perbuatan hambaNya yang kelak akan dipertanggungjawabkan pada hari kiamat.