@phdthesis{digilib56704,
           month = {December},
           title = {PERJUANGAN KELOMPOK WARIA DALAM MENDAPATKAN
KESETARAAN: STUDI TEORI REKOGNISI AXEL HONNETH ATAS
PONDOK PESANTREN WARIA AL FATAH YOGYAKARTA},
          school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA},
          author = {NIM.: 17105040007 Teguh Ridho Nugraha},
            year = {2022},
            note = {Pembimbing: Dr. Rr. Siti Kurnia Widiastuti, S.Ag., M.Ag., M.A.},
        keywords = {minoritas; Pesantren Waria Al Fatah; perjuangan kesetaraan},
             url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56704/},
        abstract = {Pondok Pesantren Waria Al Fatah merupakan pondok pesantren yang
berisikan santri waria yang kisaran umurnya di atas 30 tahun. Pesantren ini hanya
ada satu di Indonesia yang menjadikan pesantren ini secara jumlah berada dalam
posisi minoritas. selain itu, waria yang menjadi santri di pesantren ini juga bagian
dari kelompok minoritas karena posisinya tersubordinat oleh kelompok mayoritas.
Pesantren waria yang berada dalam posisi minoritas berupaya melakukan
perjuangan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan melalui berbagai
bentuk.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat
kualitatif deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data primer berasal dari sumber
utama yaitu orang yang terlibat di pesantren waria, baik dari pengurus pesantren
(2 orang), santri (3 orang), pendamping atau pengajar (1 orang) maupun
masyarakat (2 orang) dengan metode wawancara terkait waria sebagai minoritas
dan perjuangan yang dilakukan. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari
literatur yang terkait dengan Pondok Pesantren Waria Al Fatah Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan teori rekognisi yang digagas oleh Axel Honneth.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: pertama, pesantren waria
melakukan perjuangan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat dan
tokoh agama sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan di ranah yang paling
dasar, atau Axel Honneth menyebutnya sebagai relasi cinta. Kedua, selain
melakukan pendekatan dengan masyarakat, pesantren waria juga melakukan
pendekatan dengan pemangku kebijakan dan pemerintah, yaitu Dinas Koperasi
dan UMKM, Dinas Pariwisata dan Bappeda DIY terkait untuk mendapatkan
dukungan dalam program yang diselenggarakan oleh pesantren waria. Selain itu,
perjuangan ini dilakukan untuk mendapatkan hal yang setara bagi seluruh warga
negara, Honnneth menyebutnya dengan relasi hukum. Ketiga, pesantren waria
juga melakukan perjuangan dengan cara melakukan kerjasama dengan berbagai
pihak untuk mencapai tujuannya, yaitu dengan Fatayat NU DIY, UIN Sunan
Kalijaga, Universitas Kristen Duta Wacana, Lembaga Bantuan Hukum Jogja dan
Aliansi Jurnalis Independen. Kerjasama ini sebagai bentuk relasi solidaritas yang
harus dilakukan demi terwujudnya kesetaraan dalam semua lapisan.}
}